Denyut Nadi, Perempuan Pemberani


 Foto: Monumen Marsinah, Pahlawan Buruh Nasional.

Perempuan pemberani itu bernama Marsinah.  Dia adalah putri asli Kabupaten Nganjuk. Tepat tanggal 10 April 1969, di Desa Nglundo, Kecamatan Sukomoro, Kabupaten Nganjuk. Ia terlahir menjadi anak kedua dari pasangan suami-istri, Astin dan Sumini. Semua saudara kandung berjenis kelamin perempuan. Kakaknya bernama Marsini. Sedangkan adiknya bernama Wijiati. 

Ketika Marsinah masih berusia tiga tahun. Dia harus merasakan getirnya kehidupan. Bagaimana tidak, perempuan yang melahirkan dirinya ke dunia itu, telah berpulang ke Rahmatullah. Dimana usia Marsinah yang masih kecil, harus rela menghapus kenangan kasih sayang dari seorang Ibu. Belum lama setelah kepergian ibunya. Penderitaan pun kembali datang menghampiri. Karena sang Ayah menikah lagi dengan perempuan lain dari salah satu desa di Kabupaten Nganjuk. Dan meninggalkan ia bersama kedua saudara kandungnya. Akhirnya sang nenek, yakni Paerah yang tinggal bersama Paman dan Bibinya. Memutuskan untuk mengasuh mereka.  

Hidup bersama sang nenek, paman dan bibi. Tanpa kasih sayang Ayah dan Ibu. Membuat ia semakin mengerti arti keihlasan dan ketabahan. Menginjak usia sekolah dasar (SD). Ia belajar di SDN Nglundo. Semasa SD, selain belajar. Dia juga giat membantu neneknya dengan pergi ke sawah. Hal itu seolah menjadi kebiasaan bagi dirinya. Ada cerita menarik. Saat duduk di bangku kelas lima SD. Marsinah pernah berkelahi dengan beberapa teman satu angkatan. Ia berkelahi, karena geram melihat anak bandel yang suka mem-bully teman-temannya. Sejak itu, tidak ada yang berani mem-bully dia dan teman-temannya. 

Menginjak usia remaja. Marsinah melanjutkan studi di SMPN 5 Nganjuk dan SMA Muhammdiyyah Nganjuk. jika sebelumnya ia adalah wanita yang rajin membantu keluarga di sawah. Lanjut ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Membuat dirinya semakin mengerti pentingnya kemandirian. Sehingga saat duduk di bangku SMP dan SMA. Selain membantu menjual gabah (padi yang sudah dipanen) dan jagung. Ia juga berjualan aneka gorengan. Seperti ote-ote, tempe goreng, tahu goreng dan pisang goreng. Semua ini, ia lakukan untuk membantu biaya sekolah dan menambah uang jajannya. Sehingga tidak heran, setelah usai sholat shubuh. Dia selalu anteng menyalakan api menggunakan kayu di dapur. Bahan-bahan yang akan dimasak disiapkan sore harinya. Kegiatan seperti itu, ia lakukan sejak kelas dua SMP hingga lulus SMA. 

Setelah lulus dari SMA, Kakaknya yang bernama Marsini.  Memberikan informasi kepada Marsinah, untuk mendaftar kerja di salah satu pabrik arloji di daerah Sidoarjo.  Tawaran pun, sontak ia terima. Hingga pada akhirnya Marsinah berhasil diterima kerja di Pabrik tersebut. Bekerja  keras sudah menjadi kebiasaan bagi Marsinah. Jika hanya menjadi buruh pabrik adalah hal mudah bagi dirinya. Mungkin begitu, saya menafsirkan.

Sebelum peristiwa mengharukan dan memilukan yang terjadi pada Marsinah. Dirinya mengaku bermimpi buruk. Dan mengisyaratkan kesusahan akan menimpa dirinya.  Setelah Marsinah menyampaikan mimpinya itu kepada Bu Sini, tidak lama beberapa hari ternyata mimpi tersebut benar mengisyaratkan kesusahan. Marsinah terbunuh dan jenazahnya dibuang di pinggir sawah di daerah Wilangan, Kabupaten Nganjuk.
 
Dari hasil informasi yang diberikan oleh Bu Sini kepada Saya. Sebelum meninggalnya Marsinah. Ternyata dia melakukan demonstrasi di Pabrik Arloji Sidoarjo itu. Demonstrasi yang dilakukan oleh beberapa buruh itu, menuntut menaikan gaji pegawai/buruh Pabrik Arloji yang sudah dijanjikan jauh hari. Selain itu, ada kecurangan yang dilakukan oknum pabrik yang tidak seharusnya terjadi.

Ada sikap yang wajib ditiru nih Cah, dari sikap dan sifat Pahlawan Buruh Marsinah. Antara lain bekerja keras, mandiri, optimis dan berani membela kebenaran. Di jaman serba mudah seperti sekarang. Al-Khususon buat kaum hawa. Apa bisa meneladani sikap dan sifat Marsinah ya ? hehehe.

Sumber : Ibu Sini dan Bapak Suraji. Mereka adalah Paman dan Bibi Marsinah.

Komentar

Postingan Populer