Amputasi Kaki Setelah Divonis Dokter Hidupnya Tidak Lama Lagi


Amputasi Kaki Setelah Divonis Dokter Hidupnya Tidak Lama Lagi


Foto: Ken Swagumilang saat latihan di Lapangan Dirgantara

Ken Swagumilang pernah divonis dokter jika umurnya tak akan lama lagi. Itu setelah tulang kaki kirinya terkena penyakit kanker tulang kering yang mengharuskan untuk diamputasi. Namun, pemuda itu tetap semangat menjalani hidup. Setelah kakinya diamputasi, dia rajin beralih ke olahraga panahan. Hasilnya, tahun ini dia dipercaya mewakili Provinsi Jatim di ajang Poparnas 2016 di Bandung, Oktober mendatang.

RIAN FIRMANSYAH

Ken Swagumilang terlihat begitu rajin berlatih olahraga panahan di Lapangan Dirgantara, Senin lalu (19/9), pukul 15.30. Tempat latihan panahan itu cukup sederhana, memanfaatkan lahan kosong yang dikelilingi ilalang. Luas lapangan latihan panahan itu berkisar 3 hektare untuk keseluruhan, tetapi yang dipakai hanya 500 m2 saja. Di sana terdapat lima papan target sasaran anak panah yang berjajar rapi.
Saat itu yang terlihat berlatih ada lima pemanah. Namun, dari lima orang itu hanya Ken–sapaan akrabnya– yang difabel (kaki kiri diamputasi), sedangkan pemanah lainnya nondifabel (normal).
Ken Swagumilang adalah seorang atlet difabel (different ability people) panahan Kota Malang yang juga anggota Perpani (Persatuan Panahan Indonesia) Kota Malang.

Saat latihan, pemuda kelahiran Jember, 4 April 1997 itu tak henti-hentinya membidik sasaran, lalu melepaskan anak panah dari busurnya. Wartawan koran ini menyaksikan sendiri, Ken sangat serius latihan, dia terlihat fokus. Pandangan matanya yang begitu tajam terlihat di wajah pemuda asal Jember tersebut.
Dalam posisi memanah, pemuda berambut cepak itu menggunakan kaki pasangan sebelah kiri untuk menyangga tubuhnya. Lalu tangan kiri memegang busur dan tangan kanannya menarik anak panah yang akan dilesatkan menuju papan target. Sesekali, anak panah berhasil melesat dan menancap di papan target, tapi ada juga yang melenceng dari bidikannya.

Menjelang Poparnas (Pekan Olahraga Paralympic Nasional) 2016, yaitu pekan olahraga nasional khusus untuk difabel, Ken semakin sibuk berlatih. Mahasiswa semester 3 Jurusan Ilmu Ekonomi, Prodi Ekonomi Islam Universitas Brawijaya (UB) itu mengaku hampir setiap hari tidak lepas dari busur dan anak panah. Sebab, jadwal latihan panahan begitu padat, mulai hari Senin hingga Sabtu, dia berlatih di Lapangan Dirgantara.

Sedangkan untuk hari Minggu, latihannya di Lapangan Cengger Ayam bersama tim Perpani. ”Tapi kalau ada kegiatan organisasi di kampus, biasanya saya izin kepada pelatih, tidak ikut latihan,” ungkap alumni SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo itu.

Selama berlatih dengan atlet panahan Kota Malang, Ken merasa senang dan nyaman. Sebab, dia merasakan kehangatan dan sikap terbuka dari para atlet maupun keluarga mereka. ”Orangnya gampang membaur, welcome sama orang baru dan enak diajak bercanda,” kata pemuda yang menghabiskan masa SMP-nya di SMPN 10 Jember ini.

Ditanya soal kesukaannya kepada olahraga panahan, dia menceritakan, ada kejadian memilukan yang mengantarkannya menjadi atlet panahan. Peristiwa itu terjadi pada dirinya pada 2012 lalu ketika masih aktif sebagai atlet voli di SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo.

Suatu ketika, saat bermain voli, Ken yang masih duduk di bangku kelas 1 SMA itu melompat untuk memukul bola voli ke arah lawan tandingnya. Namun, begitu turun dan kedua kakinya menyentuh tanah, tiba-tiba terdengar bunyi krekdi bagian kaki kirinya. Saat itu dia langsung kesakitan.

Setelah berobat, dokter mengatakan jika kaki kirinya patah. Parahnya lagi, setelah beberapa bulan kemudian, dokter memvonis Ken terkena kanker tulang kering. Yaitu penyakit kanker yang menggerogoti bagian tulang keringnya. Dokter tersebut juga menyarankan agar kaki kiri Ken segera diamputasi. Sebab, kanker tulang kering itu akan terus menggerogoti anggota tubuhnya.
Bahkan, jika tidak segera diamputasi, kata dokter, bisa mengancam nyawa Ken. Dokter juga mengatakan bahwa hidup Ken tak akan bertahan lama jika kakinya tidak diamputasi.
Kabar tersebut membuat Ken bak ’disambar’ petir. Hatinya gundah gulana dan sempat ada rasa putus asa. Rasa sedih yang mendalam menyelimuti hari-hari Ken kala itu.

”Akhirnya, saya memutuskan untuk mengamputasinya. Saya tidak ingin mati goblok (sia-sia),” ungkap putra pasangan M. Irfan Santoso dan Dina Dyah Kusumanti ini.
Setelah kakinya diamputasi, Ken kembali membangun semangat untuk menjalani hidup. Dia ingin tetap berusaha bisa meraih prestasi terbaiknya dengan kekurangan yang dimiliki. Dengan kondisi tubuh yang seperti itu, Ken tetap menyalurkan hobi olahraganya dengan menekuni bidang panahan. Karena dia sadar, olahraga voli yang digemarinya sejak SMP itu tidak bisa dilakoni dengan maksimal. ”Saya nyoba ikut voli sebenarnya masih bisa, tapi tidak maksimal. Akhirnya, saya memutuskan untuk beralih ke olahraga panahan saja,” kata anak pertama dari dua bersaudara tersebut.
Maka, pada Desember 2015, dia mulai menekuni olahraga panahan. Sebab, selain olahraga tersebut yang paling membuatnya nyaman, juga membuat dia penasaran karena belum pernah menggeluti olahraga itu sebelumnya.

Selain itu, orang tuanya menyuruh dia untuk beralih ke olahraga panahan. ”Ikut panahan saja, itu sunah Rasul. Siapa tahu kamu cocok,” kata Ken menirukan perintah ayahnya kala itu.
Maka mulailah dia membeli alat panahan dan berlatih di Gedung KONI Surabaya. Waktu itu dia masih tinggal di Sidoarjo.
Ken semakin nyaman dengan olahraga panahan. Apalagi peluangnya untuk meraih prestasi juga terbuka lebar. ”Atlet panahan yang difabel kan tidak terlalu banyak. Peluang saya untuk meraih prestasi cukup besar,” imbuhnya.

Maka, setelah diterima kuliah di UB, dia bergabung dengan Perpani Kota Malang. ”Pertengahan semester 2, saya dilatih oleh Perpani Kota Malang,” kata Ken. Dari hasil latihan itu, dia terpilih sebagai wakil Provinsi Jatim dalam Poparnas 2016 di Bandung, Oktober mendatang. Begitu terpilih, dia semakin bersemangat dan optimistis dalam menyongsong masa depan.
Ketika awal berlatih dengan Perpani, dia mengaku latihannya masih ringan, karena hanya Rabu, Jumat, dan Sabtu saja. ”Tapi sejak akan menghadapi pertandingan Poparnas pada Oktober mendatang, latihannya berubah setiap hari. Ya cukup melelahkan, tapi bahagia,” kata mahasiswa yang aktif di Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi UB itu.

Lebih lanjut, Ken mengatakan, terpilihnya dia dalam ajang Poparnas tahun ini  merupakan pengalamannya yang pertama selama mengikuti pelatihan panahan. ”Sebelumnya, saya tidak pernah ikut bertanding di ajang Paralympic,” ujarnya. Selain itu, dirinya juga ditarget meraih medali emas untuk Jawa Timur.
Padahal sebelumnya, dia tidak pernah mengerti soal olahraga panahan. Maklum saja, dia merupakan atlet voli dan renang di sekolahnya dulu. *


* Liputan bergaya features yang saya tulis ini,  pernah dimuat di Koran Harian Jawa Pos Radar Malang.

Komentar

Postingan Populer