Peran Mahasiswa, Antara Revolusi dan Investasi






Pidato Ir. Soekarno Dihadapan Mahasiswa Indonesia di Amerika Serikat pada tahun 1956.

“ Engkau hai pemuda-pemudi yang ada disini,
 sekarang mengerjakan investment.
Kerjakanlah pekerjaanmu itu sebaik-baiknya. Kerjakanlah sebaik-baiknya oleh karena,  apa yang engkau kejar adalah Ilmu.
 Dan ilmu itu bukan untukmu sendiri. Tetapi ialah untuk anak cucumu, untuk bangsa indonesia, untuk rakyat indonesia, untuk tanah air indonesia dan untuk negara republik indonesia.
 Maka saudara-saudara akademis sekalian jikalau kita berkumpul disini kenangkanlah akan hal itu,
 kenangkanlah bahwa seperti tadi aku katakan. Kobaran-kobaran kita telah berat sekali.
Laksana semua orang-orang bangsa indonesia yang sekarang terkubur di taman-taman pahlawan. Semuannya menunggu-nunggu akan kedatanganmu kembali.
Agar supaya kamu nanti dapat memberikan sumbangan kepada tanah air dan bangsa”.


Mahasiswa adalah individu/kelompok pemuda intelektual yang sedang belajar di perguruan tinggi  (institute, universitas dan akademi). Selain itu, mahasiswa adalah aktor intelektual yang memiliki hasrat belajar tinggi, cara pandang luas dan rela berkorban demi tujuan idealisme. Berbicara tentang mahasiswa,tentu tak terlepas dari tempat peng-GEMBLENG-annya. Dimana lagi kalau bukan di Perguruan Tinggi atau Kampus untuk istilah populernya.
A.      Perguruan Tinggi dan Tradisi Akademik
Perguruan tinggi merupakan tempat yang didesain khusus untuk para mahasiswa dalam menempuh pendidikan.  Sebagai upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Salah satu sarana penting guna membangun sumber daya manusia berkualitas dan bermoral adalah melalui jalur pendidikan (human invesment) yang secara formal bermula dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi (Minhaji, 2013:3). Memilih melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi dan menimba ilmu pengetahuan di Perguruan Tinggi. Secara sadar, kita sudah memutuskan dan berusaha menjadi insan mandiri, berfikir reflektif dan berpikir kritis. Mandiri artinya berusaha agar menjadi dewasa dalam berpikir dan pandai menghitung resiko dalam bertindak ; Reflektif artinya adanya kontemplasi terhadap apa saja yang akan dilakukan dengan menjawab pertanyaan mengapa saya harus melakukan suatu kegiatan atau tidak melakukan kegiatan suatu kegiatan; Kritis artinya menggunakan ota kiri dan kanan secara seimbang sehingga memberi ruang yang cukup untuk melakukan hal-hal yang bersifat analisis dan sistesis, linier dan divergen, detail dan holistik, bagian perbagian (mikro) dan keseluruhan yang komprehensif (makro), matematis dan verbal penuh makna (Minhaji, 2013:9). Seperti yang sudah disebutkan diatas,  seharusnya Perguruan Tinggi mampu melahirkan mahasiswa yang memiliki karakter : Mandiri, Reflektif dan Kritis. Dengan begitu, perbedaan antara menjadi Mahasiswa dan Siswa terlihat jelas.  
Tidak cukup hanya itu saja, Perguruan Tinggi juga memiliki tugas pokok dalam usahanya mempersiapkan dan melahirkan Mahasiswa yang memiliki kualitas SDM yang unggul. Menurut (Jose Ortega dalam Minhaji, 2013:9) bahwa tugas pokok perguruan tinggi mencakup tiga hal: (1) transmisi budaya, (2) pengajaran tentang profesi dan (3) penelitian ilmiah dan pelatihan untuk menyiapkan para ilmuwan. baru. Secara lebih kompleks dijelaskan dalam PP No.60 tahun 1999: “ Tujuan Pendidikan Tinggi adalah (1) Menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, teknologi dan atau kesenian; (2) mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian serta mengupayakan penggunaan untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional”. Dengan adanya tugas pokok dan tujuan pendidikan tinggi yang dijelaskan seperti diatas. Sebaiknya mahasiswa saat ini, semakin menyadari dan bersikap reflektif.  Bertanya kepada hati nurani, selama ini kenapa kita menjadi mahasiswa dan apa cita-cita ideal kita untuk Bangsa dan Rakyat Indonesia kelak. Karena kita (mahasiswa) adalah golongan manusia yang beruntung. Karena  telah menikmati indahnya ilmu pengetahuan. Bagaimna tidak, ketika menempuh studi di kampus. Kita memiliki banyak keterampilan yang tidak dimiliki orang lain. Mendesain jembatan, mendiagnosa penyakit, kemampuan berbahasa asing, aneka olahan makanan dan desain busana terbaik. Bahkan ilmu politik yang terkenal sebagai alat perjuangan dan pembebasan masyarakat tertindas/terpinggirkan/termarjinalkan. Kita bisa mendapatkannya di Kampus. Sayangnya, politik terlalu amis di negeri yang sudah tak perawan ini.
Sekarang sudah jelas, Mahasiswa menjadi kunci kemajuan suatu peradaban Bangsa dan Negara. Karena Mahasiswa dituntut mampu menciptakan dan mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang nantinya dapat ditransmisi kepada masyarakat umum (pembentukan budaya). Selain itu, Mahasiswa juga dituntut untuk mampu menjadi tangan kanan masyarakat ketika pemerintah bekerja tidak sesuai dengan keinginan Rakyatnya. Hal inilah yang terkadang harus dipahami dan diresapi oleh Mahasiswa agar kedepannya kehadiran Mahasiswa dapat dirasakan oleh Masyarakat, Bangsa dan Negara.
Setiap Perguruan tinggi memiliki Tradisi Akademik masing-masing, hal ini merupakan usaha perguruan tinggi dalam menciptakan iklim dan merawat hasrat para Akademisi untuk menjadi insan yang diinginkan dan sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Untuk membangun tradisi akademik yang baik di perguruan tinggi tidak dapat dipungkiri bahwa membangun tradisi menulis yang kuat merupakan tugas utama dan pertama yang harus diperhatikan. Perlu diketahui bahwa pendidikan menjadi karakteristik penting maju – tidaknya sebuah peradaban dan pendidikan ditandai terutama oleh kemampuan menulis. Karena menulis merupakan manifestasi dari apa yang dipikarkan sesorang, apa yang diteliti seseorang dan juga apa yang dibaca seseorang. Semua itu akan menjadi warisan penting yang dapat dinikmati oleh generasi-generasi berikutnya sebagai mata-rantai perkembangan ilmu dan peradaban. Sehingga Menulis, Meneliti dan Membaca merupakan satu-kesatuan yang tidak terpisahkan dalam rangka membangun tradisi akademik (Minhaji, 2013:131). Dalam tradisi akademik yang aktornya diperankan oleh Mahasiswa ini, maka seharusnya dan sebaiknya tradisi dalam Menulis, Meneliti dan Membaca di lingkungan Kampus atau Perguruan Tinggi menjadi sebuah kewajiban bagi setiap Mahasiswa agar terciptanya karya yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Dengan pengetahuan dan keterampilan yang didapatkan di Perguruan Tinggi tersebut.
B.  Sejarah Pergerakan Mahasiswa.
1.   Jaman Pra Kemerdekaan
Gerakan Mahasiswa ditandai dengan munculnya organisasi-organisasi modern pada masa pemerintahan kolonial belanda. Pemerintah kolonial membangun sekolah-sekolah yang bisa melahirkan tenaga-tenaga baru yang kelak akan dipergunakan kembali oleh mereka. Misalnya sekolah militer di Semarang pada tahun 1819 sebagai alat penindasan awal kepada orang pribumi yang kemudian membuka sekolah umum seperti : Sekolah Tinggi Leiden, Institut Bahasa Jawa di Surakarta, Sekolah Pegawai Hindia-Belanda dan Sekolah Guru Bumiputera di Surakarta. Berjamurnya sekolah di Nusantara pada saat itu mendorong munculnya organisasi modern di indonesia. Organisasi pertama kali yang muncul adalah Sarekat Priyayi pada tahun 1906 pendirinya adalah Tirto Adi Surya jebolan dari STOVIA. Selanjutnya muncul benih daru dalam perjuangan rakyat Nusantara, disaat Sarekat Priyayi tidak mampu eksis kembali. Pada tahun 1908 berdirilah Boedi Oetomo dengan dipelopori oleh pemuda dan Mahasiswa yang berada di STOVIA, tokohnya ialah Douwes Dekker, Wahidin Sudiro. Boedi Oetomo memandang bahwa intelektualitas dan budaya merupakan bagian jadi jati diri sebuah bangsa dan darisanalah maka kebijakan dan wawasan terhadap bangsa ditumbuhkan. Setelah itu banyak bermunculan organisasi pemuda dan mahasiswa yang tumbuh di Nusantara seperti Serikat Dagang Islam, Sarekat islam (SI) selanjutnya terpecah menjadi dua SI Merah dan SI Putih, Indishe Partij, Perhimpunan Indonesia, Algemeene Study Club. Dari sinilah akhirnya banyak bermunculan club-club study

2.   Jaman Kemerdekaan.
Masa kemerdekaan merupakan momentum yang penting dalam gerakan pemuda dan pelajar selain melucuti senjata Jepang, juga memunculkan organisasi-organisasi seperti: Angkatan Pemuda Indonesia (API), Pemuda Republik Indonesia (PRI), Gerakan Pemuda Republik Indonesia (GERPRI), Ikatan Pelajar Indonesia (IPI), Pemuda Putri Indonesia (PPI).
3.   Jaman Pasca Kemerdakaan.
Dalam situasi pasca kemerdekaan, gerakan mahasiswa didasari pada ideologi yang berbeda-beda dan bermunculan club studi seperti HMI, PMKI, PMKRI, GMNI, PMII, CGMI, KAMI, KAMMI. Selanjutnya pada 19 April 1978, sebagai bagian dari upaya depolitasi kampus dan meredam aktivitas politik kampus, konsep Normalisasi Kehidupan Kampus/ Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK) ditetapkan secara resmi oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, DR. Daoed Joesoef melalui surat Keputusan Menteri P dan K No. 1/V/1978. NKK ini baru diakhiri secara formal oleh Mendikbud Prof. DR. Fuad Hasan pada 28 Juli 1990, dengan keluarnya Surat keputusan No. 403/U/1990 tentang Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi (SMPT).
Mahasiswa dilarang berpolitik, ataupun melakukan aktivitas yang berbau politik, kebebasan intelektual kampus di kebiri, dan kontrol yang kuat kepada organisasi – organisasi mahasiswa diperketat. Kampus menjadi sebuah penjara berpikir bagi semua civitasnya.
Praktis sejak diberlakukan NKK/BKK, gerakan mahasiswa “tertidur”. Kebijaksanaan NKK/BKK ini kemudian lebih diperketat lagi. Ketika Mendikbud dijabat oleh Nugroho Notosusanto, pemerintah memberlakukan transpolitisasi yaitu ketika mahasiswa ingin berpolitik, mahasiswa harus disalurkan melalui organisasi politik resmi macam Senat, BEM, dll, diluar itu dianggap ilegal. Dalam kurun waktu ini juga diberlakukan Sistem Kredit Semester (SKS), sehingga aktivitas mahasiswa dipacu hanya untuk cepat selesai studi/kuliah dan meraih IP yang tinggi. Inilah hal-hal yang membuat mahasiswa semakin mengalami depolitisasi dan semakin terasing dari lingkungannya. Implikasi konsep NKK/BKK adalah pembubaran DEMA, yang merupakan simbol demokrasi kampus. Segala kegiatan kemahasiswaan tidak lagi dibawah asuhan DEMA tapi langsung di bawah kontrol BKK. Alhasil semua kegiatan pun langsung dibawah kontrol pejabat teras Universitas, Rektor dan para dosen. Ditambah lagi salah satu peraturan dalam NKK/BKK, jabatan Pemimpin Umum Pers Mahasiswa harus dipegang oleh dosen yang ditunjuk langsung oleh rektorat.

C.  Peran dan Fungsi Mahasiswa.
Membicarakan soal peran dan fungsi Mahasiswa di era teknologi yang semakin canggih seperti sekarang bisa dikatakan Munafik dan Omong Kosong. Seperti yang kita ketahui dengan informasi dan teknologi yang semakin berkembang maju, menghantarkan setiap individu (Mahasiswa) menjadi lebih tergantung/tidak mandiri, berpikir instan, malas dan gampang diombang-ambingkan oleh isu-isu yang belum tentu kebenarannya. Meskipun banyak juga dampak positif yang didapatkan dari kemajuan IPTEK itu sendiri. Secara umum Peran dan Fungsi Mahasiswa sebagai beriku: 

1.   Agent Of Change (Generasi Perubahan)
Mahasiswa sebagai agen dari suatu perubahan.Artinya jika ada sesuatu yang terjadi di lingkungan sekitar dan itu salah, mahasiswa dituntut untuk merubahnya sesuai dengan harapan sesungguhnya. Dengan harapan bahwa mahasiswa dapat menggunakan disiplin ilmunya dalam membantu pembangunan indonesia untuk menjadi lebih baik kedepannya. Hanafi (1993:61) menyebutkan bahwa “ Agen Pembaharu harus sebagai jembatan antara dua sistem yang berbeda haruslah sosok yang marginal yang satu kakinya didunia lembaga pembaruan dan yang lainnya di sistem binaan”. Secara sederhana praktik Mahasiswa sebagai agen of change akan nyata diterapkan apabila Mahasiswa itu sendiri memiliki cara pandang dan bersikap yang visioner dan rela berkorban menjadi modal utama. Misal saja (1) Mahasiswa PLS bergabung disuatu lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di pendidikan luar sekolah dan menerapkan keilmuan yang didapat selama di bangku kuliah selanjutnya meng-advokasi di bidang pendidikan kepada masyarakat yang membutuhkan, (2) aktif disuatu organisasi intra kampus maupun ektra kampus yang notabenne bergerak dalam pengembangan sumber daya mahasiswa atau masyarakat. Tanpa merapat dan bergabung dengan suatu komunitas atau organisasi saya rasa usaha menjadi agen of change hanyalah sebuah Jargon Busuk.

2.   Social Control (Kontrol Sosial)
Sebagai generasi pengontorol seorang Mahasiswa diharapkan mampu mengendalikan keadaan sosial yang ada di lingkungan sekitar. Jadi, selain pintar dalam bidang akademis, mahasiswa juga harus pintar dalam bersosialisasi dan memiliki kepekaan dengan lingkungan. Fakta yang terjadi saat ini mahasiswa hanya sibuk dengan nilai IPK, atau bisa dikatakan hanya kognitif oriented. Sehingga kemampuan bersosial dan kepekaan Mahasiswa mengalami pergeseran kearah yang tidak sebagaimana mestinya. Sebenarnya pendidikan yang hanya mengutamakan kognitif oriented dikritik oleh Bapak Ki Hajar Dewantara dalam Wanda, (2015:15) bahwa “ Anak didik kita hanya dididik dalam mekanisme yang mengedepankan intelektualitas yang berbasis tes sehingga mereka tercabut dari nilai-nilai kultural dan sosial dari lingkungannya, selain itu juga terbebani dengan materi dengan pengajaran metode bank sehingga mereka kehilangan nilai juang untuk menambah ilmu pengetahuannya secara sendiri”. Dalam menjadi agen control sosial sebaiknya seorang Mahasiswa tidak measa cukup dengan kemampuan akademis saja. Kemampuan secara teoritis dan pratis harus berjalan seimbang.

3.   Iron Stock (Generasi Penerus).
Sebagai tulang punggung bangsa di masa depan, mahasiswa diharapkan menjadi manusia-manusia tangguh yang memiliki kemampuan dan akhlak mulia yang nantinya dapat menggantikan generasi-generasi sebelumnya di pemerintahan kelak. Intinya mahasiswa itu merupakan aset, cadangan, harapan bangsa untuk masa depan bangsa Indonesia . Tak dapat dipungkiri bahwa seluruh organisasi yang ada akan bersifat mengalir, yaitu ditandai dengan pergantian kekuasaan dari golongan tua ke golongan muda, oleh karena itu kaderisasi harus dilakukan terus-menerus. Dunia kampus dan kemahasiswaannya merupakan momentum kaderisasi yang sangat sayang bila tidak dimanfaatkan bagi mereka yang memiliki kesempatan.

4.   Moral Force (Gerakan Moral)
Mahasiswa sebagai penjaga stabilitas lingkungan masyarakat, diwajibkan untuk menjaga moral-moral yang ada. Bila di lingkungan sekitar terjadi hal-hal yang menyimpamg dari norma yang ada, maka mahasiswa dituntut untuk merubah dan meluruskan kembali sesuai dengan apa yang diharapkan. Mahasiswa sendiripun harus punya moral yang baik agar bisa menjadi contoh bagi masyarakat dan juga harus bisa merubah ke arah yang lebih baik.
  
 
Daftar Pustaka

Hanafi, Abdillah. 1993. Tokoh Masyarakat dan Agen Pembaharu Dalam Penyebaran Inovasi Ke Masyarakat.Malang : Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Institut Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Malang Proyek Operasi Dan Perawatan Fasilitas.
Hayu, Ajar , dkk. 2015. Mengapa Saya Jadi Mahasiswa ?. Malang : MP3 Publisher
Minhaji, Akh. 2013. Tradisi Akademik di Perguruan Tinggi. Yogjakarta: SUKA-Press
Wansa, Ady Saputra. 2015. Masyarakat (Tanpa) Sekolah. Yogjakarta: Indie Book Corner.
 (Online) repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17094/4/Chapter%20I.Pdf. Tentang Sejarah Pergerakan Mahasiswa di Indonesia.



    





Komentar


  1. Thanks infonya. Oiya, saya juga mau share nih tentang investasi buat mahasiswa yang aman, gampang, dan menguntungkan. Temen-temen bisa cek di sini untuk lebih lengkapnya: investasi untuk mahasiswa

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer