Pensiunan Dosen UM Garap Pilot Project Sekolah Untuk Anak-anak dari Keluarga Bermasalah


Pensiunan Dosen UM Garap Pilot Project Sekolah 
Untuk Anak-anak dari Keluarga Bermasalah

 Foto: Suasana belajar di Sekolah Garasi

Kebanyakan guru di sekolah mungkin akan menyerah saat menghadapi siswa yang bandel. Namun, Kentar Budhojo berbeda. Dia memiliki jurus ampuh untuk mengatasinya yaitu melalui Sekolah Garasi yang didirikannya pada 2012. Di sana, dia menampung puluhan siswa nakal hingga korban ketidakharmonisan keluarga.


RIAN FIRMANSYAH

Sekolah Garasi berlokasi di Jl WR Supratman Nomor 4A, Desa Tanggung RT 02, RW 04, Kecamatan Turen, Kabupaten Malang. Kalau Anda lihat di Google Maps, Sekolah Garasi berada di sebelah timur pusat Kecamatan Turen.

Meski menyelenggarakan pendidikan formal untuk jenjang sekolah dasar (SD), jangan dibayangkan Sekolah Garasi itu punya bangunan seperti sekolah kebanyakan. Sekolah Garasi menempati salah satu ruangan di dalam rumah pribadi milik Kentar Budhojo. Rumah itu berada di kawasan pedesaan yang asri dan jauh dari hiruk pikuk perkotaan.

Tampak dari luar, satu-satunya hal yang menjadi penanda bahwa rumah itu menjadi tempat kegiatan belajar mengajar adalah sebuah spanduk yang tergantung pada atap teras. Spanduk itu bertuliskan ’Kelas Khalifah MI (Madrasah Ibtidaiyah) Amanah: Kreatif, Sehat, Cerdas, Ceria & Berakhlakul Karimah’. Meski begitu, si pemilik sekolah dan juga masyarakat lebih suka menyebut tempat itu sebagai Sekolah Garasi.

Kegiatan belajar mengajar Sekolah Garasi dipusatkan di satu ruangan berbentuk memanjang dengan ukuran sekitar 10 meter hingga ke belakang rumah. Lebar ruangan sekitar 4 meter dan tinggi 3 meter. Ruangan itu terbagi menjadi dua bagian, dengan sekat tembok setinggi 2,5 meter sebagai pemisahnya. Ruang garasi itu diperuntukkan bagi 30 siswa kelas I–III SD.

Selain itu, masih ada satu bangunan lagi di pekarangan depan rumahnya. Bangunan berbahan bambu itu diperuntukkan bagi 30 siswa kelas IV dan V. Jadi total murid di Sekolah Garasi saat ini yaitu 60 siswa.

Jumat pagi (9/9), Jawa Pos Radar Malang berkesempatan melihat dari dekat sekaligus mengamati kegiatan belajar mengajar di Sekolah Garasi. Tepatnya di ruangan paling depan yang waktu itu digunakan oleh sembilan siswa kelas III SD.

Tidak ada bangku dan meja seperti halnya yang terlihat pada sekolah kebanyakan. Anak-anak yang seluruhnya mengenakan seragam Pramuka, mengikuti kegiatan belajar mengajar dengan lesehan. Mereka duduk beralaskan karpet warna hijau.

Saat itu ada tujuh anak terlihat serius mengikuti materi berhitung yang diajarkan gurunya, Maisyaroh. Sementara dua anak lainnya terlihat sibuk sendiri dengan origami (seni lipat kertas) di tangan mereka.

Pagi itu, seperti halnya hari-hari sebelumnya, suasana belajar mengajar dikemas santai. ”Ya, seperti inilah anak-anak kalau belajar. Persis seperti anak-anak ngaji (di pesantren),” ujar Maisyaroh, lalu tersenyum.

Pihak sekolah ingin menciptakan suasana belajar yang tidak kaku. Jadi, anak-anak bisa belajar sambil lesehan, nyender (bersandar) di tembok, bahkan bisa juga sambil duduk di dekat pohon besar yang ada di halaman sekolah.
Kentar Budhojo, si pendiri sekaligus pemilik sekolah itu mengatakan, embrio awal Sekolah Garasi adalah MI Amanah.
MI Amanah yang beralamat di Jl Sultan Agung No 48, Desa Tanggung, didirikan pada 2007. Kebetulan, Kentar menjadi ketua Lembaga Pembinaan Umat (LPU) Amanah yang menaungi MI tersebut.

Awalnya, MI Amanah hanya memiliki 13 siswa pada tahun pertama. Tapi kemudian, lambat laun, sekolah ini terus berkembang hingga memiliki 150-an siswa saat menginjak tahun kelima (2011).

Di satu sisi, berkembangnya MI Amanah membuat Kentar senang. Hingga kemudian, dia mendapati fakta bahwa ada banyak siswanya berasal dari keluarga yang tidak harmonis. Bahkan, ada sekitar 31 persen siswa yang kedua orang tuanya bercerai.
Kondisi itu membuat siswa tidak mendapatkan kasih sayang di rumah. Dari situ, muncul satu pertanyaan besar dalam benak Kentar. ”Apakah sekolah tidak bisa memberi pengganti kasih sayang yang telah hilang di rumah?” kata pria 68 tahun ini.

Tak butuh waktu lama, Kentar membuka Sekolah Garasi pada 2012. Disebut garasi karena sekolah itu memang memanfaatkan bekas garasi rumahnya.
Setelah itu, Kentar memindahkan sekitar 30 siswa-siswi MI Amanah ke Sekolah Garasi. Para siswa yang dipindah itu biasanya yang masuk golongan susah diatur atau troublemaker di sekolah. ”Sebelum memindahkan siswa itu, saya bermusyawarah dengan guru dan orang tua,” ujar pria yang pernah menjadi dosen Program Studi (Prodi) Pendidikan Guru (PG) Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Universitas Negeri Malang (UM) ini.

Untuk tenaga pendidiknya, Kentar mengambil tiga orang guru dari MI Amanah. Jadi, ada rasio antara jumlah guru dan siswa yang selalu dijaga di sini. Yakni satu guru mengajar paling banyak sepuluh orang siswa.

Jadi, guru-guru bisa lebih dekat dengan anak didiknya. ”Sebelumnya, kami melatih dan menyadarkan para guru yang menangani di kelas itu agar menggunakan pendekatan dari hati ke hati. Pendekatan dengan kasih sayang menjadi metode yang kami terapkan untuk Sekolah Garasi,” ujar bapak dua anak tersebut.
Apalagi, saat mengajar, guru-guru juga lebih banyak duduk lesehan, sejajar dengan para siswanya. ”Ada nilai kesetaraan di sini. Saya mengadopsi konsep di pondok pesantren, dimana kiai bisa mengajar santrinya dengan begitu dekat. Makanya, tak ada bangku di sekolah ini,” kata kakek empat cucu ini.

Suami dari Rohmana ini mengatakan, Sekolah Garasi menerapkan konsep full day school. Pembelajaran dimulai pukul 06.30 dan baru berakhir pukul 16.00. ”Tapi, terkadang anak didik yang baru mau pulang setelah azan Magrib,” ungkapnya. Anak-anak itu memilih untuk berada di sekolah lebih lama karena biasanya orang tua mereka baru pulang rumah pada malam hari.

Kentar mengatakan, Sekolah Garasi hanya diperuntukkan bagi siswa kelas I hingga V SD. Sebab, ketika menginjak kelas VI SD, mereka dikembalikan lagi ke sekolah asalnya, MI Amanah.

Nah, biasanya ada perubahan besar pada anak-anak yang sudah tuntas mengikuti pembelajaran di Sekolah Garasi. ”Ada anak-anak yang jadi tukang bully (menyakiti orang lain) waktu masih di MI Amanah. Setelah kami pindah ke Sekolah Garasi, mereka bisa berubah,” ujar dia.

Ada satu kebiasaan sederhana di Sekolah Garasi yang bisa mengubah sikap anak-anak itu. ”Setiap pagi, kami biasakan kakak kelasnya menyambut adik kelas dan menggandeng tangan mereka ketika masuk ke kelas,” ujar dia.

Hal seperti itulah yang menjadi tujuan berdirinya Sekolah Garasi ini. Ke depannya, Kentar ingin terus mengembangkan Sekolah Garasi. ”Namun, kami tetap dengan konsep tidak terlalu banyak siswa. Kami takut kalau kebanyakan siswanya, malah kewalahan dan tidak mampu mendidik mereka,” tandasnya.*


* Features tulisan saya ini, pernah dimuat di Koran Harian Jawa Pos Radar Malang.

Komentar

  1. Semoga tulisan gaya ini tetap bisa berlanjut, meski sudah tidak jadi bagian dari sana.

    Aku sudah follow blogmu omong-omong, Yan...

    BalasHapus
  2. Betapa dosanya saya.. Belum jalan jalan ketempatnya bpk dosen satu ini.. ����

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer