Marhaen



Hidup adalah pilihan,” begitu pesan orang bijak lintas generasi. Tapi perlu dikritisi nampaknya, di era milenial ini.  Dengan tingkat persaingan ketat. Pendidikan yang kurang merata dan mental pas-pasan. Apa bisa memilih. Apalagi bagi mereka yang tak mampu. Masuk dalam nominasi pun, tidak. Nrimo ing pandum atau berserah kepada Gusti Allah. Menjadi mantra mujarab, dalam melakoni hidup. 

Pernah, suatu hari. saya berbincang santai. Berboncengan diatas motor boros BBM, bikinan Jepang. Berkenaan dengan pekerjaan. saya hanya mendengarkan. Pengalaman kerja sahabat saya itu.Maklum, saya masih freeman (nganggur). Jadi, dia yang lebih mendominasi. 

Dia tak bekerja di perusahaan ternama atau instansi pemerintahan. Juga bukan wirausaha. Ia petani desa. Profesi yang dihargai oleh Presiden pertama kita. Ir. Soekarno. Sebab, dari petani, Soekarno mendapatkan ilham tentang pandangannya. Marhaenisme. 

Kala itu Soekarno sedang tak ingin pergi kuliah dan ingin mencari sumber inspirasi. Setelah sampai di bagian selatan Kota Bandung. Bertemulah Soekarno dengan Petani bernama, Pak Marhaen. Kemudian percakapan berlangsung santai tapi serius. Hingga akhirnya, Soekarno menemukan simpulannya. Apa yang dialami Pak Marhaen, bekerja sebagai petani selama puluhan tahun adalah Sosialisme dalam praktik. 

Dalam buku “ Soekarno, Penyambung Lidah Rakyat” karya Cindy Adams.” Bangsa kita yang puluhan juta jiwa, yang sudah dimelaratkan, bekerja bukan untuk orang lain dan tidak ada orang bekerja untuk dia. tidak ada pengisapan tenaga seeseorang oleh orang lain. Marhaenisme adalah Sosialisme Indonesia dalam Praktik," Kata Ir. Soekarno.

Lain kisah Soekarno. Lain cerita saya.  Sahabat saya yang seorang petani itu. juga mengeluarkan unek-uneknya. Sambil berkata lirih di belakang telinga saya. Sebab saya boncengi. “ Hla iyo nandur brambang kuwi, penggawean sing pasrah nang sing gawe urip yo. Soale tergantung musim,lik. Meski saiki wes tigo tapi yo pancet ono udan e” (intinya: menanam bawang itu tergantung musim. Bila musimnya pas, dan tidak berubah, panennya akan berhasil. Namun berbeda jika sebaliknya)

Sontak saya jawab. “ iyo pancene. Terus piye solusine ben brambangmu apik lan akeh hasil e?’ (iya memang, terus bagaimana solusimu).

Lalu jawab pria tubuh kekar itu,” hehe. He! Dadi petani kuwi 99 persen pasrah nang gusti, 1 persen e usaha, sopo sing iso ngelawan musim ?” (intinya: jadi petani iku pekerjaan yang harus berserah kepada Tuhan). Saya pun hanya manggut-manggut. 

Jika Soekarno masih hidup hingga sekarang. Dan bertemu petani, yang tidak lain adalah sahabat saya itu. mungkin Profesi Petani bisa jadi Profesi Kebanggan Nasional.  Berkat dia (petani),  Soekarno menemukan gagasannya tentang Marhaenisme (sosialisme di Indonesia). Dan juga keberpasrahan petani layaknya, seorang sufi itu. Tapi teman saya tentu memilih bawang merahnya panen dan untung dari pada rugi. Bagaimana anda. (rif)

Komentar

Postingan Populer