Kisah Mendesak



Meski dalam agama islam keutamaan ibu disebut sebanyak tiga kali. Dan barulah menyebut status Bapak satu kali. Jangan buru-buru berspekulasi. Karena angka punya misterinya sendiri. Sejujurnya 'tiga kali' tak akan pernah ada. Jika tak dimulai angka 'satu kali'.
.
.
Hari ini Bapak datang
Ditemani barang usang
Di kursi kayu reot itu ia duduk
Bapak memandang tenang
Tak tahu isi dunia kecil orang di depannya yang sedang berperang

"Pinjam koreknya" pinta Si Anak
.
.
"Kamu jangan banyak merokok" ujar Si Bapak
.
.
"Nanti kamu bisa kena sakit paru. Tapi jika ngeyel dan tetap banyak merokok. Terserah. Tapi tolong dengar anjuran Bapak buatmu perihal merokok" lanjutnya
.
.
"Kalau kamu merokok, asapnya jangan kamu hisap sampai paru. Tiru Bapak ! kalau Bapak, asap rokok dihisap cuma sampai kerongkongan, lalu keluarkan lagi. Begini ! " Tambahnya lagi, lalu ia peragakan cara menghisap asap rokok 'cuma sampai kerongkongan'
.
.
"Dia itu jarang pulang...tidak tahu ya betah sampai kapan pelesir macam begitu terus" pesan satir yang terucap pada seseorang yang lain. Namun tujuannya tetap pada anaknya
.
.
"Sudah makan siang belum ?" Tanya si Anak, datar sekali.
.
.
"Belum, oh iya ya, Bapak sudah lapar juga tapi. Ini ada uang. Beli makan apa begitu"
.
.
"Tidak usah. Aku ada uang !" Jawab si Anak
.
.
Si Anak membelikan nasi bungkus. Lalu Bapak makan lahap sekali. Wejangan dari Bapak tak lagi muncul serampangan dari mulutnya. Pada momentun yang sama, Si Anak telah habis hisap dua batang rokok.
.
.
"Ya sudah Bapak pulang dulu !"
.
.
"Bentar, satu hisapan rokok lagi. Usai itu silahkan Bapak kembali pulang"
.
.
"Sudah...mana koreknya Bapak !"
.
.
"Oh ya...ini" jawabnya, lalu mrenges.
.
.
Bapak pamit tanpa uluk salam. Keduanya bersalaman. Keduanya melempar senyum kecil. Mahkota kepala si Anak terusap manja oleh Bapak. Punggung telapak tangan kanan Bapak direspon ciuman oleh Si Anak. Bapak berjalan tanpa beban ke arah selatan. Sepuluh detik kemudian, Bapak mengirim pesan:

"Kamu boleh merokok sesuai anjuran. Tapi jangan jadi bajingan"
.
.
Belum selesai pesan itu dibaca anaknya. Tiba-tiba ia sudah berpindah ke tempat lain. Ia kaget. Ia buka mata. Aneh, hal pertama yang dilihat bukannya sosok Bapak, malahan; almari, galon air dan meja belajar. Pelan-pelan Ia tersadar, bahwa ternyata ia baru saja pindah ke dunia samaran bernama mimpi.
.
.
"Mimpi memang aneh. Manusia tak kuasa dan leluasa bedakan nyata dan maya. Hanya setelah tersadar, semuanya nampak gamblang adanya. Mana maya dan mana nyata. Bersyukur hari ini masih diberi kesadaran. Sebab, dengan kesadaran kita lapang mengintrospeksi diri dan lebih tahu diri" Papar si Anak itu kepada saya, selepas ia bercerita perihal mimpinya itu. Saya hanya tersenyum. Lalu mengangguk ke arahnya.
.
.
"Sudah, ayo kembali bekerja ! Kita kerjakan hal-hal mendesak dalam hidup ini" Pungkas si Anak itu tegas sekali. Saya pun ikut beranjak dan kembali ke rutinitas.
.
.
GAS !!!

Komentar

Postingan Populer