Profesi Tak Diwariskan


Ketika kuliah di semester 4, saya bertemu dosen cukup aneh. Tampilan sederhana tapi asetnya dimana-mana. Belum lagi, ketiga anaknya kuliah di jurusan Ilmu Kedokteran, Universitas Gadjah Mada (UGM). Heran. Juga bercampur curiga. “ Hebat ini dosen, berapa tabungan dia” gumam dalam benak saya.  Setelah ia bercerita seputar gaya hidupnya dan kesibukannya. Saya jadi tak begitu heran. Biasa-biasa saja. Karena dosen pengampu Mata Kuliah “Kewirausahaan” itu. Selain menjadi pengajar (PNS). Dia juga pengusaha ternak ayam. Saya lupa, ayam kampung atau potong. Yang jelas bukan ayam kampus.

Dalam sesi awal perkualiahan itu. Dia mengaku secara gentle.  Bahwa ia tidak menguasai ilmu ekonomi dan kewirausahaan secara formal. Dia hanya diberi mandat mengajar Mata Kuliah Kewirausahaan. Siapa lagi kalau bukan Kepala Jurusan. Yang memberinya mandat itu. Saat itu, pria berusia setengah abad ini, berdiri di depan meja saya dan mahasiswa lainnya. Cara berjalannya cukup lamban. Suaranya pun lirih. Tapi, sorot matanya amat tajam. Membuat suasana kelas, waktu itu. cukup serius dan tenang. Satu kalimat terkenang di kapala saya. Mungkin, karena saya mengalami peristiwa serupa.

Dosen sekaligus pengusaha itu berkata, “ jadi pengusaha itu enak. Kalau perusahaannya besar dan sukses. Kita bisa mewariskan ke anak,cucu. Tapi kalau jadi Pegawai Negeri Sipil (PNS),  apa bisa hal ini diwariskan ?” pungkasnya lalu senyum.

Banyak dari teman sekelas saya itu. Manggut-manggut. Dan senyum penuh harapan. Seolah hari itu juga.  Mereka telah jadi pengusaha sukses. Dengan omzet perusahaan, miliaran rupiah. Kuliah hari itu selesai. Diakhiri dengan tugas, setiap anak harus berjualan. Apa saja. Bebas. Sesuai minat mereka.

Kala itu, saya benar-benar kelabakan. Dari kecil, saya tak pernah diajarkan untuk berdagang. Kedua orang tua saya PNS. Kebiasaan di keluarga saya membeli sesuatu. Bukan menjual sesuatu. Meski jika diruntut dari keturunan. Kakek yang merupakan ayah kandung ibu saya.  adalah seorang Blantek Sapi (Pedagang/Makelar ternak Sapi).

Tapi benar adanya. Saya pun bersusah payah menggali ide. Entah dari teman, internet dan penjual makanan langganan saya. Bertanya, usaha apa yang bisa dijalankan pemula. Seperti saya ini. penjual baju flanel, penjual cilok, resseler baju bola, dll. Semuannya enggan membuat saya setuju. Tiba suatu sore, saya bertemu penjual gorengan. Dari kejauhan, penjual itu terlihat menenteng dua keranjang di bahu kiri dan kanan. Sambil berteriak, “ weci, gethas dan roti kacang ijo”. Kebetulan saya lapar. Dan membeli gorengan tersebut. Seingat saya, dua roti kacang ijo dan weci, saya beli. Satu gorengan. Harganya Rp. 1.000,-

Saya pun bertanya ke penjual gorengan. Dan ternyata dia hanya sebagai penjual. Tidak membuat sendiri. Satu gorengan, diambil untungnya sebesar Rp.300,-. Ia mengambilnya di dekat Kampus UIN Maulana Malik Ibrahim, Malang. langsung saja saya meminta kontak bosnya. Dari si penjual tersebut.

Dan alhamdullilah. Saya pun benar-benar jadi pedagang gorengan. Setiap jam 5.30 WIB. Saya mengambil gorengan tersebut. Dan saya jual di kampus. Pengalaman baru itu, amat sangat menyenangkan. Dan entah kenapa, ternyata berjualan cukup menyenangkan. Apalagi ketika tahu , jika sehari itu untung. Seolah kita melakukan hal spektakuler dalam hidup. Mungkin terkesan alay.  Tapi kalian perlu mencoba. Mungkin beda rasa, jika yang melakukan sudah biasa berjualan.

Saya masih ingat, saat itu. Gorengan yang saya jual. Saya menaruhnya di dalam keranjang warna pink. “ya, supaya mencolok dan ada yang beli” prinsip simple saya. Tidak sampai sehari, gorengan yang saya jual selalu habis. Ya meskipun tak banyak keuntungan yang saya peroleh. Hanya Rp.40.000,-. Tapi, lumayan bisa ditabung atau mentraktir teman. Maklum saya tak punya pacar, Kala itu.

Dari pengalaman sepele itu, saya jadi tahu. Nikmat punya uang sendiri. Dan hidup mandiri. meskipun konteks saat itu, hanya mentraktir teman. Dengan uang sendiri, bukan dari orang tua. Para nabi dan pemikir muslim pun juga mengajarkan hal serupa. Seperti pendiri organisasi sosial-keagamaan terbesar di Indonesia, Muhammadiyah. Yang kondang dengan sebutan “Sang Pembaharu”. Adalah H. Ahmad Dahlan. Selain mendedikasikan diri kepada masyarakat.  ia juga menjadi pedagang batik, kala itu. Mungkin benar, kalimat,“Jika salah satu dari sembilan pintu rejeki adalah berdagang”. Setidaknya saya pernah mencobanya.

Kita coba ingat lagi, pesan dosen saya. Saat  mengajar pertama kali di semester 4. Jika perusahaan itu dapat diwariskan ke anak dan cucu. sedangkan PNS, tidak. Sebenarnya saya tidak sepenuhnya setuju pernyataan ini. Tapi saya akui, ada benarnya. Tapi saya coba mengajak anda melihat sekitar kita. Berapa banyak kasus. Yang orang tuannya PNS, justru anaknya memilih berwirausaha. Sebaliknya, orang tuannya pengusaha. Justru anaknya jadi PNS.

Seperti presiden ke tujuh kita. Jokowi. Beberapa minggu lalu, media merilis pernyataan Jokowi, dikala menghadiri acara Seminar Kewirausahaan di ITB, Bandung. “ saya ini bingung, anak saya tidak ada yang mau meneruskan usaha meubel saya. malah jualan martabak dan pisang goreng” kata Jokowi. Lalu disambut tawa para audiens. Meski berwirausaha juga, tapi kedua anak Jokowi tidak ada yang interest meneruskan usaha meubel milik bapaknya itu. Sebagai anak, saya juga merasakan. Jika mengekor orang tua itu memang tidak enak. Selain tidak keren, memperlihatkan kita tidak berdaya. Ketergantungan. Melebihi candu.

Dosen saya sepertinya perlu introspeksi. Jika usaha ternak ayamnya itu, perlu penerus. Karena ketiga anaknya, mungkin kelak akan jadi Dokter. Setelah lulus dari UGM nanti.  Bahkan berstatus PNS. Tak hanya dosen saya. Kedua orang tua saya pun. rasanya berangsur mulai mengerti. Jika pilihan anak tidak bisa dipaksakan. Apalagi melihat profesi kedua orang tua saya, tak dapat diwariskan. Kedua orang tua hanya berpesan, tugas anak hanya dua. “menjaga nama baik orang tua dan membahagiakan orang tua”. Lebih lanjut Bapak berkata, “jika kamu bahagia dengan profesi itu, tekuni saja”.

Sekedar cerita, sejak usia SD, saya memang bercita menjadi pendidik. Bukan sepenuhnya melihat ibu saya yang kebetulan juga guru. Tapi ada kesenangan hati tersendiri. Ketika melihat sosok guru. Entah Guru SD, Guru MTQ dan Guru Karawitan. Tak lupa, sebab Guru adalah profesi yang sering bertemu orang. Mereka seolah memberikan energi ke setiap insan. Tak lain, melalui ilmu yang mereka miliki. Amat mulia. Alasan itulah, saya ceritakan ke Ibu. Tatkala saya kelas 4 SD. Meski sekarang lebih tepat disebut fasilitator. Bukan guru. Tapi intinya sama, Pendidik.

Memang adakalanya sesuatu itu tak bisa dipaksakan. Seperti cita-cita, pasion dan tujuan hidup individu. Meskipun itu satu gen. Dan lahir dari peleburan air mani bertemu sel telur. Pada akhirnya, semua punya peran masing-masing. Sesuai keterpanggilan hati nuraninya. Entah jadi karyawan, pengusaha, ulama dan PNS. Setiap individu tak bisa membatasi. Tapi, penting diingat. Mungkin juga dilakukan. Orang tua wajib mewariskan ke generasi selanjutnya. Tentang pengalaman hidup dan karakter orang hidup. Bekerja keras, selalu belajar, tidak mudah puas, optimisme,dll. Karena, “apa yang tampak, tak selalu dapat diwariskan. Tapi yang tak tampak, akan mencari ahli warisnya sendiri”. (rif)





Komentar

  1. Pak Ryan memang pendidik sejati, saya ingat betul kata-kata pemdiri gontor berikut ini.

    "Andaikata muridku tinggal satu, akan tetap kuajar, yang satu ini sama dengan seribu, kalaupun yang satu ini pun tidak ada, aku akan mengajar dunia dengan pena". (KH Imam Zarkasyi)

    BalasHapus
  2. Walah, ndak pak. Masih belajar ini. Hehe. Wah mantab ya pak pesannya. Sungguh menyentuh, sekaligus menggugah.

    BalasHapus
  3. Pak Rian memang menjadi idola saya. Tak pernah usai. Sejak saya duduk di bangku SD

    BalasHapus
  4. Cerita yang asyik, Yan. Tapi banyak sekali kalimatmu yang aslinya nggak perlu dipenggal dengan titik tapi malah keburu kamu penggal-penggal...

    BalasHapus
  5. Mainkan Sabung Ayam S128 dan SV388 Dengan Kualitas Terbaik bersama Winning303..
    Kemenangan 100% di Pasti di Bayar!!

    Dapatkan CashBack Kekalahan Dari Winning303 Mingguan...

    Ayo Segera Daftar Akun Bermain Anda..Gratiss..

    Klik >>>>>>> Daftar Sabung Ayam

    Klik >>>>>>> Deposit Via Pulsa

    Hubungi Segera:
    WA: 087785425244
    Cs 24 Jam Online

    BalasHapus
  6. bosen kalah kalah aja..?? silahkan coba registrasi di bolavita
    hanya dengan modal 50 ribu sudah bisa jadi jutawan
    buktikan sendiri no Hoax... ^^ sabung ayam peru

    info lbh lanjut:

    WA: +628122222995

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer