Sahabat, Teman Saya
Sesuatu yang sifatnya mubah
(boleh) akan menjadi sunnah (anjuran yang bila dikerjakan mendapat ganjaran) jika itu
diperintahkan ibu. Kurang lebih begitu, pesan Ulama dalam buku Birrul Walidain karya Quraish Shihab.
Cendikiawan muslim yang pernah jadi Menteri Agama di era “Asal Bapak Senang”
(Soeharto).
Bagi kita yang merasa bangsa beradab. Tentu, berbakti kepada orang tua.
Apalagi Ibu, sudah menjadi sebuah tradisi, bahkan budaya masyarakat. Meskipun
ulama tak menyiarkan pesan serupa, nurani tentu lebih mengerti. Bagaimana
sikap, pada mahluk yang mengandung jasad kita, selama kurang lebih sembilan
bulan, sepuluh hari. bahkan bisa lebih lama.
Tapi namanya manusia. “Manifestasi sifat tuhan terhadapnya,” kata Emha
Ainun Nadjib. Terkadang, justru membuat mereka hilang kesadaran. Bahkan
kendali. Karena nafsu kemelekatan yang begitu kuat terhadap dirinya. Hanya
sebab, manusia memiliki ilmu lebih.
Seperti pengalaman sahabat saya, yang bercerita tentang singgahnya ke
rumah sabahat. Kala itu, teman saya ini, menginap di rumah sahabatnya. Hanya
sehari-semalam. Pagi hari, sehabis shalat subuh, mereka berdua sedang asyik
bicara di meja makan. Tiba saja, ibunya pamit pada mereka, untuk membeli
sayur-mayur di depan rumah.
Tak disangka, nada cukup menekan keluar dari mulut putranya. Tak lain
dan tak bukan adalah sahabat dari teman saya itu. “ Buk,kalau keluar rumah itu
pakai jilbab dan pakaian menutup aurat to Buk, jangan seperti itu” ucap putra
bungsunya itu. “mbok ya ganti sana Buk” lanjutnya.
Ibu pun menjawab,” ini Cuma di depan rumah kok lee, lagian juga yang
belanja ibu-ibu. itupun juga sebentar kok ibu belanjanya”. Teman saya itu,
hanya terdiam sambil menyeruput teh. Lalu sahabat yang duduk tepat disebelahnya
itu, menggumam,” yawes terserah buk, masuk neraka. Aku gak ikutan”.
Kata teman saya, sahabatnya itu memang anak yang rajin beribadah. Dan
cukup disiplin. Tak seperti teman saya ini, suka melobby waktu shalat (tidak
dikerjakan tepat waktu). Tetapi, mengenai sikap dia dengan orang tuanya itu.
Mungkin tak seharusnya ia lakukan/ucapkan.
Saya jadi teringat kisah Abdullah bin Mas’ud yang bertanya kepada Nabi
Muhammad SAW. “ Amalan apa yang disukai Allah. Nabi SAW. Menjawab,” Shalat pada waktunya,” “kemudian apa
sesudahnya?” tanya Ibn Mas’ud. Nabi Menjawab,” Bakti kepada orang tua,” “ kemudian apa sesudahnya ?” Nabi
menjawab,” Jihad di Jalan Allah”.
Shalat pada waktunya, ternyata lebih disukai Allah SWT. Dari pada berbakti kepada orang tua dan jihad
di jalan Allah. Tetapi apakah seperti itu maksudnya. Bila kita melihat
kasus seperti sahabat, teman saya itu. Kita memang tidak pernah tahu. Iya. Kita
hanya mengerti. Karena Dia-lah yang Maha Tahu. (rif)
Niat si sahabt itu baik dengan caranya yang dirinya anggap juga terbaik...
BalasHapus