Seks
Seks
Pengetahuan saya pertama tentang seks bermula
dengan cerita Aji saka. Waktu itu umur saya 10 tahun. Sambil berbaring
balai-balai kayu jati tua yang sejuk dengan asyik saya baca legenda orang hindu
yang mempekenalkan huruf ha-na-ca-ra-ka
kepada orang Jawa itu.
Alkisah, suatu hari Ajisaka mampir ke sebuah
rumah. Dirumah itu tinggal seorang janda. Sewaktu Ajisaka masuk, mbok rondho tengah menumbuk padi. Dalam
ketekunan kerja. Kainnya tersingkap dibagian paha. Melihat ini, mani Ajisaka
mendadak tumpah. Seekor ayam betina
yangada disitu kemudian memtuk cairan itu, lalu....
Ada yang tak saya pahami dalam cerita yang
dimuat dalam majalah Panjebar Semangat
yang berbahasa Jawa itu. “ apa itu mani ?” tanya saya kepada seseorang sepupu
yang kebetulan lewat. Sang sepupu berhanti sejanak. Ia menengok ke kiri ke
kanan lalu mendekat sambil berbisik-bisik mejelaskan. Dengan diiringi isyarat
gerak tangan yang seluruhnya saya pahami.
Toh sejak itu pengetahuan saya seputar seks
bertambah. Dari kisah Ajisaka, sumber informasi meluas ke banyak penjuru. Waktu
memang tak ada cerita-cerita pornografi yang distensil. Seperti yang kini
diperjualbelikan di Jakarta secara sembunyi-sembunyi. Tapi ada saja yang bisa
merangsasng dan mengejutkan.
Pada suatu hari, bersama seorang kawan, saya
memasuki sebuah gedung tua tak berapa jauh dari sekolah. Gedung itu bekas
asrama pasukan KNIL yang baru saja meninggalkan kota kami. Entah kemana.
Seluruh ruanggannya kosong. Gentingnya telah banyak yang pecah dan hilang. Dari
sela-sela atap itu, cahaya pun masuk dan menerangi dinding-dinding kamar.
Disana bagaikan sederet mural yang kasar, terpampang corat-coret arang yang
belum pernah saya lihat seumur hidup saya yang 11 tahun itu: adegan cabul,
kata-ata seru dan mungkin juga kesepian. Pendeknya, seorang prajurit telah
menumpahkan seluruh fantasinya.
Pengetahuan seks, dan rangsangan yang terbit
karena hal itu, tampaknya memenag bisa datang, memergoki kita, darimana saja.
ia bisa masuk dari bisik-bisik teman, yang mengintip tayuban di rumah mantri polisi. Ia bisa datang dari dongeng yang
pada dasarnya malah tak ingin merusakkan akhlak: adegan Panji yang bercinta
dengan para putri di tepi kolam: cerita berahi Batara Guru di dekat Dewi Uma,
Kisah Daud yang menginkan Bathseba dalam injil.
Informasi seks, sdan segala daya tariknya,
juga bahkan bisa didapat forum yangs angat sehat. Dikelas III SMP dulu,
misalnya suatu ketika guru agama kami mencoba menjelaskan apa perlunya mandi
junub. Untuk ia terpaksa menyilakan para murid putri meninggalkan kelas
sebentar. Lalu secara kilat memberikan sejenis pendidikan seks. Apa yang
diberikannya kelak kemudian ternyata berguna, tapi waktu itu kami mendengarkan
dengan cekikian, setengah malu, setengah berdebar-debar.
Anak-anak apa boleh buat, punya rasa ingi
tahu. Mereka juga punya berahi sendiri. dari sugeesti erotis dalam pelajaran
tentang setangah mandi junub, dari kisah Kudawanengpati atau adegan cinta Dewi
Kunti, jalan pun terbentang ke mana saja: bisa ke majalah penthouseatau film biru pada video atau novel murah yang dijual di
hotel-hotel buat para pejalan yang kesepian.
Tapi mungkin juga akhirnya tak separah itu.
Bukankah manusia tak seluruhnya jadi cabul, meskipun ekspresi pengalaman
seksual bahkan sudah ada dalam lukisan Zaman Batu ?
Sebab, sementara mereka menemukan yang
jorok-jorok. Mereka juga belajar hal-hal lain. Ada memang anak (setidaknya
begitulah menurut berita) yang memperkosa sehabis ia menonton film yang
merangsang syahwat. Tapi lebih banyak lagi anak yang membaca cerita seks
stensilan, ternyata kemudian tumbuh menjadi orang baik-baik menurut ukuran
normal. berapa cerita porno yang pernah anda serap ? dan film blue ? bahkan yang lebih seram dari itu? mungkin anda sendiri
lupa. Saya juga lupa/ tak seperti halnya Anda, para pembaca, saya merasas diri
tak menjadi bejat. Berdosa memang. Tapi bejat betul barangkali belum.
Dan itulah yang terpikir seringkali sebelum tidur. Bahwa dosa, suatu pelanggaran
terhadap hubungan dan janji kita dengan Tuhan. Sering begitu saja tak bisa
diterjemahkan sebagai rusaknya hubungan sehari-hari dengan orang lain. Kita
punya kemungkinan untuk mencegah dan memperbaiki kerusakan yang satu ini. Tapi
tentang dosa, kapasitas kita agaknya lebih terbatas. Kita tak mudah menyucikan
dan menyelamatkan tetangga-tetangga kita.
Mungkin kita akan mengalami frustasi karena
itu. tapi barangkali juga tak perlu: kalau kita percaya, bahwa kita sendiri tak
jadi jebol hanya karena sejumlah cerita bobrok, kita mungkin bisa percaya bahwa
orang lain akan demikian pula. Termasuk anak-anak kita. Termasuk anak-anak
saudara kita. (Catatan Pinggir 2)
Catatan diatas merupakan karya monumental sastrawan besar Indonesia, yakni Goenawan Mohammad. atau biasa disapa "GM". Pemimpin Redaksi Majalah TEMPO. ada alasan tersendiri kenapa catatan ini saya ketik ulang melalui Blog. sebab, catatan renyah, juga reflektif seperti ini. nampaknya penting, untuk membuka cara pandang baru bagi pembaca/blogger. Terutama yang bosan baca, macam tulisan berbau doktrin. Cepat Kaya, Sukses Usaha dan Cepat Dihalalkan.
Tulisan yang lebih bervariatif juga tematik. bisa Anda/blogger baca di buku, berjudul " Catatan Pinggir" edisi 1-9 karya GM. Sila membaca.......
Komentar
Posting Komentar