Poi


Sebuah misteri, atau juga ketabuan.  Dari sekian puluh pekerja survei, tidak ada yang tahu. Apa itu Poi ? Bahkan, supervisior pun tak menggubris. Tatkala salah seorang pekerja survei bertanya, “kenapa nama jobnya itu Poi ? artinya apa?

Sehubung saya juga ikut job “Poi”. Dan menjadi pekerja survei. Akhirnya dari pengalaman bekerja itu. Saya coba simpulkan, agar anda cukup mengerti, apa itu Poi ? setidaknya versi saya.
Poi adalah suatu pekerjaan yang terikat kontrak beberapa minggu, untuk cek sinyal daerah dengan beberapa provider tertentu. Dan pekerja survei sebagai eksekutor lapangannya. Tentunya berbekal handphone canggih.

Job atau proyek ini dihandle langsung oleh salah satu perusahaan yang bergerak di bidang riset dan survei. Tidak perlu saya sebutkan nama perusahaan tersebut. Yang jelas, cukup ternama dan sering meraih penghargaan dari Forbes.

Waktu itu saya bersama tiga tim lainnya, bertugas di daerah Kabupaten Trenggalek. Satu tim terdiri dari tiga orang. Tiap tim mengerjakan 10 lokasi Poi, dengan arahan leader tim masing-masing. Dari total 14 kecamatan di Kabupaten Trenggalek. Hanya 10 kecamatan yang jadi lokus Poi.

Hotel Prigi, Perum Perikanan Nasional Prigi, Kantor Kecamatan Gandusari, SMPN 1 Munjungan adalah contoh lokus Poi yang kami garap. Tiap kali ke lokus Poi, sinyal provider kami cek bersama. Dari tiga provider berbeda. Saya pegang provider A, Leader tim pegang provider B, dan kawan satunya pegang provider C. Prosesi cek sinyal harus bersamaan. Menit dan jamnya. Sungguh detail. Antara sinyal 3G dan 4G. Bila sudah rampung, wajib di cek open signal, dimana kita bisa mengetahui tiap kecepatan browsing, download dan ping (data terkirim) dari tiap provider.

Sinyal, ternyata menempati lokasi tertentu. Tidak sembarangan.  Ada kategori, seperti public area, goverment district, mall dan market. Sangat mungkin, meski satu lokasi. Terkadang kekuatan sinyal amat berbeda. Supervisor job Poi pernah berkata, ketika mentraining pekerja survei, “ sinyal itu tersetting dari pusat provider, ia (sinyal) memilih lokasi pusat kerumunan. Seperti toilet dan parkiran tidak akan di penuhi sinyal. Bahkan tidak ada, walaupun lokasi sekitar sinyal penuh.”

Begitulah, sekilas tentang job Poi. Namun, ada yang lebih menarik dari Job Poi sendiri, yakni pekerja survei. Amat kebetulan, saya satu tim dengan dua bersaudara. Lebih tepatnya keponakan. Tetapi yang satu sudah sering mengerjakan job Poi, dan menjadi tim leader kami. Sedangkan satunya, baru pertama kali ikut job Poi. Dan sama seperti saya, menjadi tim pembantu.  

Tim leader kami, seorang yang ambisius, tidak disiplin, intimidatif dan berorientasi pada hasil. Selama job berlangsung di lokus Poi. Ia selalu ingin mengerjakan secara terburu-buru. Menekan anggotanya bila tak sesuai kehendaknya. Sebaliknya, ketika ia ada problem cek sinyal. Ia minta di tunggu dan mengujarkan kalimat defensif,” tenang, pasti bakal selesai”. Seolah ia ingin terlihat aman dan baik-baik saja. Mungkin sikap seperti ini, yang dimaksud Mochtar Lubis sebagai watak yang lemah dalam buku Manusia Indonesia. Dimana seseorang selalu menutupi kesalahanya dan menyelamatkan harga dirinya.

Tak hanya itu, ia amat sering melontarkan kalimat cukup persuasif kepada saya dan keponakannya itu, “ tenang saja, yang penting itu kita dibayar. Job ini amat mudah, asal input data saja sudah selesai. Tidak mungkin data di cek, terpenting itu selesai.” Ungkapnya dengan nada terburu, diikuti gelak tawa.

mungkin, tim leader saya itu adalah sosok yang tak peduli tentang proses. Selalu orientasinya kepada hasil. Bahkan hasil dan hasil. Mungkin juga, ia tidak menyadari,  bahwa sebagai tim leader, ia harus membimbing tim pembantu demi suksesnya job Poi itu. tapi fakta di lapangan, justu dirinya yang membuat suasana survei terkesan asal dan tak terarah.

Setelah saya tanya ke keponakannya, tentang watak tim leader saya itu. Ternyata wataknya memang seperti itu. Hingga keponakannya itu, amat malas, tiap kali merespon ia (tim leader). Lebih tepatnya amat terpaksa. Tak puas, selesai job, saya coba kroscek tentang watak tim leader saya ke tim lainnya. tentunya yang pernah bekerja satu tim. Nyatanya sama dengan apa yang saya alami. Parahnya, tim leader saya itu sering jadi bahan tawaan dan ejekan tim pembantu lainnya. Tak ada habisnya, bahkan guyu terpingkal-pingkal bila membahas orang itu.

Sisi lain, dibalik posisi sangar,yakni seorang tim leader. Ucapan yang intimidatif kepada siapa saja gabung timnya. Ia jadi bahan tertawaan. Bahkan hiburan. Penghilang penat pekerja survei kontrak. Mungkin ini, yang membuat beberapa pekerja terkesan cuek. Juga apatis. Tim leader tak bisa menginspirasi dan membimbing. Tim pembantu penat,  atas sikap menekan tak jelas tim leader. Dan perlakuan itu menjadi bahan guyonan satir. Seperti kata Chaplin, “ puncak tragedi adalah komedi.”

Tapi saya masih tak percaya. Semua pekerja survei kontrak itu, tak paham, apa itu Poi ? mungkin salah saya juga, terlalu membawa urusan makna ke dunia kerja. (rif)






Komentar

Postingan Populer