Pondok



Sehabis isya, rumah Akik rutin didatangi pemuda desa hanya untuk sekedar cangkruk dan gojekan. Beberapa dari mereka juga tergabung di Karang Taruna "Ngabekti".

Sebuah organisasi kepemudaan yang dibentuk oleh Pemerintahan Desa Pangapuro itu. Sebuah desa dimana Akik tinggal. Juga sebuah desa yang magak. Sebab, lokasinya agak jauh dari kota. Namun tak terlalu pelosok.

Rumah Akik hanya berjarak 300 meter dari rumah Pak Lurah. Jika dilihat dari segi keramaian. Mungkin sebelas-duabelas dengan keramaian di rumah Pak Lurah Desa Pangapuro itu. Mungkin yang membedakan hanya motif dibalik keramaian itu.

Sebagai pemimpin desa, agaknya wajar rumah seorang Pak Lurah ramai dikunjungi orang. Entah motifnya piket rutinan, konsultasi permasalahan administrasi desa atau loyalis-loyalis pemuja harta benda.

Berbeda dengan keramaian yang berlangsung di rumah Akik. Mereka yang rutin cangkruk kesana punya motif spesial. Apalagi kalau bukan motif gojekan dan putaran minuman.

Ya, putaran minuman keras. Bagi Akik dan teman-temannya, meminum minuman beralkohol saat cangkruk adalah bagian dari prosesi rutinan yang terukur. Terukur secara budget, kadar alkoholnya dan dampak setelahnya.

Mereka 'ngombe' bukan untuk gaya-gayaan. Tapi memang sebagai suplemen pelepas penat dan penghangat tubuh.

Pernah suatu ketika Akik disowani dan ditanyai teman SDnya dulu. Yang kebetulan sedang kuliah di luar kota, lalu pulang ke kampung karena liburan semester.

"Awakmu nyapo kok seneng ngombe, Le ?"

"Aku sakjane yo ora seneng. Tapi iku wes dadi bagian dari media silaturahmi karo cah-cah wae."

"Mediane apa kudu ngombe ngnu?"

"Yo ora jane. Tapi iku kyok wes dadi kebiasaan. Meh podo koyok sugesti. Nek ngombe pikiran iso padang, masalah dadi gamblang tur rejekine blandang" jelas Akik lalu tertawa ngakak, begitu terucap 'rejeki blandang'

"Woooo raimuuuuuuu. Nyowomu pisan iso melayang, Le!"

Lalu keduanya ngakak.

"Yo asline mek pelipur wae, Le. Saiki piye lo, aku kerjo dadi tani wes sedinoan kesel. Sakbendino ketemu lemah, banyu lan tanduran ae. Pora bosen anggetmu.... makane iku ngombe adalah pelipure. Ben sesok kerjo luwe sregep meneh. Gawe tuku ombene meneh" Akik tertawa lagi

"Woo...kadung dirungokne tenanan, jebule yo pancet gawe omben"

"Yo pokok intine iku lah. Aku ngombe ki gawe hiburan. Ben ra spaneng. Aku ro cah-cah yo iso ngukur kok. Ora ngawur. Lek wes mendem ya mek turu klemahan ng emperan omah. Ra neko-neko"

"Ohh...yowes lah lek. Penting ilingo jeroanmu. Jo diteros-terosne ae."

"Gampang ! Wes paham lek kuwi. Yo intine iku. wes podo koyok awakmu lek lagi longgar po spaneng terus moco buku ngnu lah. Lahhh...lek awakmu moco buku, lek aku ciu" pungkas Akik lalu cengegesan.

Akik terlahir dari keluarga petani-pedagang. Orang tuanya selain bertani juga berdagang pracangan di rumah. Sejak lulus SD, Akik memutuskan untuk ngangsu ilmu ke pondok pesantren.

Enam tahun lalu. Kala itu orang tuanya sungguh bangga. Sebab Akik memilih memondok daripada belajar pada jalur formal yakni melanjutkan ke tingkat SMP. Kebanggan itu agaknya wajar. Sebab dengan mondok, plakat 'alim' akan segera ditenteng oleh anaknya begitu lulus dari pondok pesantren.

Siapa orang tua yang tak ingin anaknya dicap baik, sopan dan pintar ilmu agama oleh masyarakat. Apalagi hidup di desa, sebuah lingkungan yang mendewakan plakat dan pangkat.

Tapi takdir berubah begitu cepat. Cukup satu tahun Akik kerasan hidup di pondok. Begitu masuk di tahun kedua. Ia meronta-ronta, meminta keluar dari pondok.

Belum cukup, begitu sampai di rumah. ia meminta dibelikan handphone, playstation dan motor. Juga tak mau meneruskan sekolah. Lalu dengan lantang dan tegas, ia berujar ke orang tuanya, bahwa ia memilih menjadi petani.

"Aku tak tani wae. Ora usah sekolah. Sekolah mung ngentekne ragat. Adike wae sing sok sekolah nganti dukur. Aku dadi petani wae !"

Ayah, ibu dan adik perempuannya itu hanya geleng-geleng kepala. Lalu sebagai orang tua, semua permintaan itu dituruti.

Akik dibelikan playstation, handphone dan motor. Semua dipenuhi atas nama kasih sayang. Akik pun membalas kasih sayang itu dengan konsekuen. Ia rutin bangun jam 4.30 pagi. Lalu pergi ke sawah membantu orang tuanya. Semua itu rutin ia lakukan hingga sekarang.

Komentar

Postingan Populer