Rana



Sepasang matanya sembab. Bukan karena tangisan. Itu karena ia larut tertidur seusai subuh dan memaksa bangun jam 6 pagi. Dalam tidurnya ia tak tenang, dibayang-bayang oleh pengumuman kurasi pameran seni rupa.

Jauh hari, Akil yang seorang perupa tak profesional. Nekat mendaftar dalam pameran "Rumah Karya" yang secepatnya akan digelar di Kota Surabaya.

Ia buka laptop bututnya, mengoneksikan internet lewat ponsel pintar ke laptop miliknya. Sinyal internet berjalan tersendat. Maklum, Akil tinggal di sebuah kota kecil dan mayoritas masyarakatnya bekerja sebagai petani dan peternak

Mata yang setengah melek. Terpaksa menunggu loading login emailnya. Setelah berhasil login. Kotak masuk emailnya paling atas terlihat samar-samar. Pesan email masuk itu agaknya dari 'Rumah Karya'. Komunitas seni rupa yang mengadakan pameran rupa. Ia beranjak dari kasur, cuci muka, lalu diambilnya kacamata minus tiga, miliknya.

Duaaaarr.....

Benar. Email itu dari 'Rumah Karya'. Isinya ucapan selamat, jika karya rupanya lolos dalam pameran yang akan terselenggara di Kota Surabaya. Akil girang. Ini pertama kali karyanya lolos kurasi. Setelah 25 kali ia mengirim karya ke acara-acara pameran rupa.

Lanjut dia baca isi pada badan email. Tertuliskan, karya yang lolos wajib mengikuti internal meeting dan mengharuskan datang dua hari sebelum pameran rupa berlangsung.

Akil menyiapkan semuanya. Ia catat apa-apa yang mesti dibawa. Saking senangnya. Ia cek jadwal keberangkatan kereta lokal ke Surabaya. Semua berjalan well prepare.

Hingga tiba dimana ia harus berangkat ke Surabaya. Mengikuti internal meeting acara pameran rupa itu. Ia pun berangkat ke stasiun terdekat. Ia mengenakan jaket jeans, celana jeans dan kaos polos berwarna hitam bertuliskan, " ...earth without art just 'eh..."

Kesenangan Akil bertambah. Sebab ia naik transportasi darat yang paling ia suka, kereta api.

Konon, ia selalu membayangkan, setiap kali mendengar suara kereta api, duduk paling samping berdekatan dengan kaca, lalu melihat pemandangan luarnya. Semua itu adalah cara ia memanggil kembali ingatan-ingatan manis masa lalu. Ingatan yang manis dikuatkan oleh pemandangan dari luar kereta. Ingatan pahit dilindas oleh suara gesekan putaran roda dan rel kereta api.

Setiba di Stasiun Wonokromo-Surabaya. Akil memesan ojek online. Menuju ke lokasi internal meeting pameran 'Rumah Karya'.

Ia hanya terkagum-kagum bisa melihat bermacam karya dari para seniman dan kreator yang terpampang di dalam aula itu.

Kadang Akil bingung sendiri, bagaimana bisa sebuah karya rupa itu mewakili perasaan penikmatnya, membangkitkan emosi penikmatnya dan dibeli dengan harga yang tak pernah bisa dijelaskan lewat kata-kata.

Mungkin karya rupa adalah pengejawantahan Tuhan kepada manusia. Bahwa tak semua perasaan, keadaan dan pesan bisa terwakili oleh perkataan. Seperti tak setiap pertanyaan mesti terjawab lewat perkataan. Ada hal-hal tertentu yang justru kita mendapatkan jawaban, ketika kita menghayati, menikmati dan merenungi. Kemudian berakhir pada kemampuan kita mengimani.

Akil menghela nafas panjang...huummh..

Kemudian duduk, membuka tas lalu mengambil portofolio karya-karyanya. Di sela-sela itu. Datang sesosok perempuan mungil menyapanya hingga terkaget.

"Halo, Mas"
.
"Eh...halo juga. Ummhh...Ada apa ya?"
.
"Tempat internal meeting 'Rumah Karya' dimana ya ?"
.
"Saya juga belum tahu. Ini saya juga menunggu panitianya. Keliatannya masih sepi juga ini Aula"
.
"Iya ya sepi. Eh, Mas juga lolos kurasi ya karyanya ? "
.
"Hmm...iya kebetulan lolos"
.
"Wah sama...oiya perkenalkan namaku Rana, Mas "
.
" Wah kebetulan juga, oiya namaku Akil. Kamu darimana ?"
.
"Oke aku panggil Mas Akil ya...Aku dari Yogyakarta, Mas"
.
"Jauh juga ya. Sendirian aja ke Surabaya ?"
.
"Iya, sendirian aja. Aku ajak teman sih awalnya. Tapi dia gak bisa ikut di hari H ini. Yaudah aku berangkat sendiri"
.
"Ohh yayaya. Berani juga ya cewek pergi sendirian"
.
"Hehehe udah biasa kok Mas. Eh iya itu karyanya Mas Akil ya ? Boleh lihat ?"
.
"Eh...iyaa ini karyaku. Maaf aku gak pede sama karyaku sebenarnya. Tapi kok ya lolos kurasi. Beruntung mungkin ya..."
.
" Ah. Gakpapa kok. Aku boleh liat ? atau gini deh, kita saling tuker karya dan sharing disini sambil duduk menunggu panitia datang. Gimana ?"
.
"Oke boleh juga ide kamu !"

Akil dan Rana saling bercengkrama membicarakan proses mereka berkarya. Mereka saling apresiasi. Memuji satu sama yang lain. Bercerita tentang pengalaman-pengalaman menarik dunia seni rupa. Dan perlahan bercerita ke arah lebih intim. Tentang keluarga, studi, dan pasangan.

Hari itu Akil terlihat sumringah sekali wajahnya. Mereka bertukar nomer HP. Bertukar alamat instagram dan bertukar karya rupa satu sama lain.

Dari arah jam 2. Aku datang menemui mereka berdua. Mengakhiri obrolan yang agaknya sudah saling nyaman antara keduanya. Mengajak mereka berdua berpindah ke ruang meeting internal. Karena sebentar lagi akan dimulai. Sebelum itu aku bagikan name tag ke mereka. Lalu menandatangani daftar hadir peserta internal meeting.

Akil, Rana dan Aku berjalan menuju ke ruang meeting. Dalam setiap langkah menuju ruangan. Terlihat Akil sibuk dengan ponsel pintarnya. Ia buka akun twitter pribadi, lalu menuliskan tweet:

A Day When We Are Sitting Together in Exhibition Center.

It's first
Previously never familiar with this
First to talking for something.
It's so comfort moment
I'm so proud of your creation
Poem, drawing and smilling
I'm curiously and let's stalking
Smilling again...again...

Komentar

Postingan Populer