Terminal "Z"




Terminal "Z" masih seperti biasa. Selalu ramai dipadati bus-bus dan para calon penumpang bus. Oo..ya, termasuk para pedagang dan buruh perhubungan.

Hari itu, Akil berjanji menjemput kekasihnya di terminal yang terkenal di daerah itu. Akil berangkat dari kosnya menuju Terminal "Z" hanya butuh waktu; 20 menit.

Tiba di terminal. Akil mengontak kekasihnya...

AKIL;
Halo, dimana kamu ? Aku sudah sampai terminal ini. Aku tunggu di depan pintu keluar bus ya

PACAR AKIL;
Halo sayang, iya... ini aku jalan menuju ke pintu keluarnya bus-bus dari Terminal "Z"

AKIL;
Oke...hati-hati ya. Aku pakai motor Prima, pakai helm warna putih dan jaket polos warna biru dongker.

PACAR AKIL;
Oke...tunggu situ aja.

Percakapan telepon keduanya pun berakhir.

Tak perlu waktu lama Akil menunggu kekasihnya. Nampak kekasihnya berjalan menuju ke arahnya. Sambil mengangkat tangan kanannya, telapak tangannya menutupi terik matahari yang menyengat ke pipi kekasihnya itu.

Senyum yang tak terlalu lebar, terlihat gigi kekasihnya yang rapi itu. Dari kejauhan debar kangen Akil makin meronta-ronta. Tak sabar ingin mendengar suara khas dan sambatan seorang perempuan yang kepanasan oleh terik matahari.

AKIL;
Duh.. lama sekali sih. Udah nunggu lama aku ini.

PACAR AKIL;
Eh...bentar aja padahal. Gak sampai 5 menit aku jalan dari dalam terminal. Udah wes ayok jalan !

Percakapan ditutup oleh pukulan kecil ke bahu Akik yang dilayangkan lewat tangan lembut kekasihnya itu.

Mereka pun mengendarai sepeda motor jenis Prima, menuju kedai kopi langganan. Yang terletak tak jauh dari Kampus "Z"

Sepanjang perjalanan, keduanya saling bermesraan yang termanifestasikan lewat gebukan kecil di punggung Akil. Ataupun gelitikan nakal dari jari-jemari kekasihnya ke perut Akil yang tertutupi jaket tebalnya.

Saat seperti itu, Akil hanya bisa memoletkan tubuhnya. Lalu si kekasih memeluk tubuh Akik dari belakang. Seketika, kemacetan, bunyi klakson, debu, asap kotor yang keluar dari mobil ataupun motor lenyap tak berbekas. Seperti terjadi kiamat kecil. Melenyapkan segalanya dan hanya menyisakan mereka berdua di dunia ini.

Ditengah perjalanan, dari kejauhan terlihat kabut asap tebal. Akil nekat memasuki kabut itu. Tanpa sedikit pun keraguan. Jarak pandang hanya tiga meter. Sang kekasih mengigatkan untuk hati-hati dan apa tak sebaiknya berputar balik. Atau berhenti saja. Akil menolaknya dan tetap melanjutkan perjalanan.

Akil tetap nekat melaju memasuki asap, waspada dan pelan-pelan. Karena jarak pandang yang tak begitu jauh. Lama-kelamaan asap mulai menyingsing. Menjauhi Akil dan kekasihnya yang melaju diatas motor Prima itu. Mulai terang, jarak pandang mulai gamblang. Lalu terdengar peluit

Priiiiiittttt.....

Keduanya kaget. Melihat kerumunan pengendara motor berjubel, menyesaki jalan raya. Asap, debu dan makian kecil mulai terdengar.

Akil dan kekasihnya nampak kembali gelisah. Ada apa ini, kenapa ini, bukannya tadi para pengendara, debu, asap dan bunyi klakson sudah sirna. Kenapa sekarang kembali ada.

Bahkan bertambah pemeran: kerumunan si penertib lalu lintas yang memblokade jalan. Mereka menghentikan para pengendara motor, lalu menanyai satu-persatu

Ada yang dipersilahkan lanjutkan perjalan. Ada yang harus mengisi lembaran kertas.

Mereka yang melanjutkan perjalan, sudah tentu mereka yang tertib berkendara: membawa SIM, STNK dan motor sesuai standart. Sedangkan mereka yang harus mengisi lembar kertas. Sudah jelas, mereka para pengendara yang tak tertib berkendara. Entah bagian apa yang tak tertibnya.

Tapi ada satu golongan pengendara yang abu-abu. Mereka yang melanggar tata tertib berkendara tapi tetap dipersilahkan lanjut. Golongan ini punya kelihaian melobi dan cakap berkompensasi. Di tangan mereka Ilmu hukum dalam sekejap menjelma jadi ilmu ekonomi.

AKIL;
Kita beruntung sayang, sempat menikmati surga sejenak. Untuk sekarang, sepertinya kita dikembalikan ke dunia.

PACAR AKIL;
Pengendara motor, asap, debu, makian dan bunyi klakson. Semuanya apakah tanda bahwa kita masih di dunia, Sayang?

AKIL;
Ya...benar kalimatmu, Sayang. Dan ada satu lagi yang kamu lupa.

PACAR AKIL;
Apa itu yang ku lupa, Sayang?

AKIL;
Dibalik kerumunan pengendara ini. Kita sebenarnya sedang antre, Sayang.
Antre apa ? Antre menunggu giliran untuk ditilang penertib lalu lintas. Sebab kekasihmu ini tak membawa SIM

Dan perlu kau ingat, catat dan lihat ya Sayang. Hanya di dunia, sebuah kesalahan, kekhilafan dan kekeliruan ada biaya kompensasi berupa materi bernama uang

Artinya apa ? Jika kau cukup punya kekuasaan untuk berkompensasi. Semua kesalahan, keburukan dan kekeliruan. Akan berubah 180 derajat menjadi kebenaran, kebenaran dan kemenangan

Semua perilaku dan fenomena ini hanya ada di dunia Sayang. Hanya di dunia...dan hanya di dunia.

PACAR AKIL;
Kalau begitu tidak apa-apa ditilang. Asal kamu tidak menghilang, Sayang.

Mendengar kalimat itu. Akil tersenyum kecil. Kemudian menghadap sang penertib lalu lintas. Dan sebelum ditanya, Akil sudah mengaku terlebih dahulu. "Saya tak bawa SIM, silahkan ditilang saja"

Begitulah dunia mendidik sepasangan kekasih. Keduanya harus merelakan waktunya yang "surga" diobrak-abrik oleh kepentingan arus utama manusia; kepentingan materi. 

Komentar

Postingan Populer