Arloji


Langit telah memerah. Perjalanan baru kami mulai. Menuju ke daerah yang beberapa orang menganggapnya 'ngeri'. Ngeri apa memangnya ? "Carok, Bos". Begitu sahabat karib saya pernah berkata. Setelah saya mengatakan, "Oktober nanti, aku geser program ke Sampang."
.
Jawaban kawan karib saya itu, pelan saya tepis. "Ah, itu pikiran tak sedap saja" pikir saya petang itu. Sebab, petang itu juga, pekerjaan tetap menuntut saya dan beberapa teman kerja untuk mburuh ke Sampang, Madura.
.
Pada suatu momen perjalanan, saya memandangi pohon mengering berwarna cokelat terang dan putih tulang, dedaunan berserakan-gugur, juga tanah yang tandus. Sungguh pun, Tuhan tak pernah main-main melukiskan kenyataan. Pohon, daun kering dan tanah tandus itu buktinya. Memang pemandangan itu beda dan berjeda. Pemandangan yang saya tatap dari balik kaca mobil yang melaju 70 km/jam.
.
Agar perjalanan terkesan santai namun membekas, saya putar sebuah lagu. Saya pilih; Sheila On 7, judulnya; Film Favorit. Keenakan mendengarkan. Saya putar berkali-kali. Terus diulang-ulang. Sampai orang satu mobil meracau ke saya. "Wo dasar individualis, dengerin musik pakai headphone sendiri !"
.
Saya sekedar merespon ketawa-ketiwi...
.
Saya putar lagu 'Sheila' bukan dari ponsel pintar saya. Tapi berkat kebaikan kawan kerja saya, yang diklaim masuk nominasi: manusia paling peka versi lembaga kami, tempat saya bekerja.
.
Melihat ponsel saya kehabisan daya. Ia perbolehkan ponsel pintarnya, paket internet dan headphone miliknya, saya pinjam untuk menuruti kepinginan dengar lagu di tengah perjalanan ke Sampang.
.
Meski ada embel-embel transaksi cerita darinya, "nanti saya ingin cerita banyak ke dirimu. Tentu kalau sempat waktu !".
.
Namun, saya sendiri tak menjawab, iya. Juga tidak menjawab, tidak. Sebab, ia cukup tahu, jika saya tak jawab, itu berarti, iya. Tapi mesti tahu diri alias jangan lama-lama ceritanya.
.
Menyusul waktu isya'. Kami tiba di Sampang. Sesekali nggerundel dalam hati tentu juga sah. "Wah kerjo maneh". Tapi saya pikir itu manusiawi. Jika manusia punya keluhan dan punya keterbatasan dalam menyikapi sesuatu. Wajarlah.

***

Singkat kata, kami menginap di sebuah hotel sederhana di Jalan Bahagia, yang letaknya tak jauh dari ikon tugu di Kabupaten Sampang itu.
.
Usai dari hotel itu. Kami langsung menuju ke lokasi pelatihan, menata, mengatur sedemikian rupa. Agar pelatihan esok bisa berjalan mendekati rencana yang telah kami siapkan jauh hari. Jarak penginapan ke lokasi pelatihan juga tak terlalu jauh, hanya 600 meter. Bisa ditempuh jalan kaki, atau pun diantar mobil. Bebas pilih.
.
Selesai menata ruang pelatihan, yang tentu sesuai standart model training lembaga kami. Saya dan seorang teman kerja memutuskan berjalan kaki menuju penginapan.
.
"Mas Ishak langsung saja menuju penginapan ya... Jangan lupa ambil kuncinya di resepsionis, bilang; kamar no. 16 ya." kata saya ke Ishak.
.
Dan dia pun paham, langsung mengiyakan, kemudian mengemudikan mobil menuju penginapan. Saya berpikir tidak enak hati dengan Ishak. Sebab ia menemani kami bekerja hingga larut pukul 01.20 dini hari.
.
Kebetulan, saya satu kamar bersama dua orang itu. Orang pertama adalah seorang kawan kerja, bernama Doni. Orang kedua adalah Ishak, ia sopir yang membantu mengantarkan kami selama beraktifitas di Sampang.
.
Doni adalah kawan yang baik sekaligus kocak. Bahkan ia juga pengkhotbah yang membumi; perihal merujuk tema keluarga, bapak dan masa lalu. Simpulan itu tentu subyektif versi saya.
.
Ketika berjalan kaki dari lokasi pelatihan ke penginapan. Hampir tak ada obrolan berarti antara saya dan Doni. Hanya berjalan lamban, sesekali saling ledek dan mengumpat di jalanan. Doni yang instagramholic, kerap memotret jalanan yang sepi, kemudian dia upload ke insta story pribadi, lengkap kalimat satirnya; "Pulang kerja rodi !"
.
Setiba di penginapan. Ada masalah kecil. Pompa air rusak. Penjaga penginapan meminta maaf pada kami. Karena air tidak bisa keluar dari kran. Mereka bilang akan memperbaikinya, supaya paginya, air sudah kembali normal.
.
"Oke, Mas" jawab kami datar.
.
Karena tidak bisa mandi. Dan kami juga tak mau terlalu menggangu Ishak yang telentang tidur pulas. Saya dan Doni memutuskan duduk di teras depan kamar. Saling menyalakan rokok masing-masing. Mengebulkan asap rokok pelan-pelan dari mulut. Wusshhh...wusshh...
.
"Gimana tadi headphoneku ? suara bass'nya mantab kan ?"
.
"Iya mantab, Don. Koen tuku nang ngendi ?" Tanya saya langsung.
.
"Halah, iku nang market place ya wakeh, Cak Ri" sahutnya simpel.
.
"Oh...yayaya. tapi aku ndak minat membeli e"
.
"Woooohh !"
.
Obrolan selesai. Kembali senyap. Fokus pada ponsel pintar masing-masing. Batang rokok saling disulut, mulut saya dan Doni bergantian mengeluarkan asap atau kabut haram dari batang rokok yang terhisap itu.
.
Doni pun mengatakan sesuatu di malam itu ke saya. "Apakah kamu pernah berbuat dosa atau maksiat, Cak ?"
.
Saya yang agak mengantuk menjawab ringan. "Setiap manusia pasti pernah. Dan aku agaknya masih manusia. Jadi, tentu, kau sudah tahu apa jawabanya"
.
"Ada atau tidak ya Cak, orang yang suci dan bersih dari dosa dan maksiat ? "
.
"Kurang tepat jika kamu bertanya hal seperti ini kepadaku. Coba kamu tanya sendiri pada dirimu, apakah ada manusia yang sedemikian rupa ? Bersih tanpa dosa ?"
.
Ia jawab tangkas sekali. "Saya kok mikir ndak ada ya. Pasti semua orang pernah mengalami fase gelap dan kotor."
.
Mendengar kalimat yang spontan terlontar dari mulut dia. Saya hanya menggelengkan kepala. Lalu manggut-manggut, sambil kedua alis naik-turun. Tanda bahwa sama-sama tidak tahunya.
.
Saya pun menyulut lagi rokok yang tersisa satu batang dalam bungkus Djarum Super. Doni pun ikut menyulut rokok miliknya, yang justru tersisa separo.
.
Pada teras lantai dua, berembus angin agak kencang. Doni membuka cerita sedikit gagap. Ia mengucurkan cerita padaku di waktu 02.30 dini hari. Mula-mula tentang keluarganya. Yang dimana sang tokoh utama adalah bapaknya.
.
Pernah pada suatu waktu, Doni bertengkar hebat dengan bapaknya. Pertengkaran dua lelaki ini gara-gara: Doni sering pulang ke rumah larut malam. Minum-minuman keras. Tak mau mencuci pakaiannya sendiri. Membatah jika dinasehati ayahnya.
.
Dan bahkan pernah terucap kata tak senonoh muncrat dari mulut labilnya. "Semoga Bapak celaka." Kejadian itu terjadi saat ia kelas 3 SMEA. Ia mengaku kepadaku dengan mata berkaca-kaca. Kepalanya mendongak ke atas. Dan tangan kanannya menyudahi rokok yang masih seperempat batang menyala itu. Ia kecek ujung batang rokok di asbak kuat sekali. Tembakau, cengkeh porak-poranda di asbak. "Aku memang anak yang bajingan !" Katanya
.
Aku tak menjawab sepatah kata pun. Hanya tubuhku, ku condongkan menyerong ke arahnya.
.
Tanpa diminta, pun disuruh. Doni melanjutkan ceritanya. Ia merasa sangat bodoh, tolol, kekanak-kanakan dan egois pada keluarganya. Bahkan ia berencana melabeli dirinya sebagai manusia paling 'salah di dunia ini'.
.
Tapi Tuhan telah berencana lain untuk Doni. Yang tentu tiba-tiba. Begitu semestinya. Tepat sehari sebelum ulang tahun Doni. Bapaknya mengajak Doni pergi ke kota untuk membeli bakso.
.
Bapak mengatakan, "ayo nanti ke kota mengantar bapak, soalnya bapak mau beli sesuatu. Oya bapak juga kepingin makan bakso solo." Kata Doni menirukan perkataan bapaknya di depanku.
.
"Waktu itu entah mengapa, aku rela dan mau saja diminta mengantar bapak. Padahal biasanya aku tak peduli sama sekali." Terangnya ke aku bebarengan hembusan angin dini hari.
.
Seorang anak dan bapak berangkat ke kota berdua. Mengendarai sepeda motor butut. Di tengah jalan, bapak meminta Doni berhenti di gerai arloji vintage. Begitu berhenti, bapak masuk ke gerai. Memilah dan memilih arloji yang pas dengan karakternya. Doni diminta masuk ke gerai.
.
"Le, coba kamu pilih. Mana model arloji yang cocok buat bapak. Atau pilih model arloji yang menurutmu bagus kalau dipakai !" Perintah Bapaknya.
.
Keanehan kedua, aku tetap menggubris perintahnya. Aku pilih arloji model vintage merk: Alba. "Yang kala itu memang menurutku bagus buat dikenakan bapak. Meski pun begitu, sebenarnya aku pun ingin memiliki model jam vintage itu" lanjut Doni menerangkan kepadaku.
.
Tanpa berpikir panjang, bapak membeli arloji itu. Kami pun tak banyak basa-basi. Kembali melanjutkan perjalanan menuju 'bakso solo' yang terletak di Jalan Patimura No. 45.
.
Gerai bakso solo ini adalah tempat nostalgi bagi keluarga Doni. Sebab tiap kali Hari Sabtu malam, bapaknya rutin mengajak Doni makan bakso disitu. Lengkap bersama ibu dan kedua adiknya.
.
Setiba di gerai bakso solo. Doni pun langsung memesan bakso dua mangkuk ditambah teh hangat dan jeruk hangat. Ketika makan bakso, tak ada percakapan berarti. Hanya permintaan tolong sederhana; ambilkan saos itu, ambilkan kerupuk itu, mana sambalnya.
.
"Bapak memang orangnya ultra gengsi. Meskipun itu dengan darah dagingnya sendiri, macam aku ini" terang Doni ke aku.
.
"Dan tiba momen paling luruh di lepas landas oleh bapakku" lanjut kata Doni.
.
"Kau tahu apa, Cak Ri ?"
.
"Entahlah, mungkin kau dimarahi lagi ? Atau bapakmu buru-buru mengajakmu pulang. Karena kau menumpahkan sambal di celana bagian depan ?"
.
"Salah, salah semua" kata Doni membantah prediksiku
.
"Bapak memegang kepalaku, lalu ia mengusap-usap rambutku dengan tangan dan jemari besinya dulu itu. Sambil ia berkata, "maafkan bapak ya le, kalau selama ini banyak salah denganmu, atau berkata kasar di depan mukamu, atau memukulimu kala kecil. Akibat kamu tak pernah nurut dan membantah"
.
Doni pun kaget dengan momen itu. Belum cukup sampai disitu, bapaknya melanjutkan perkataannya;
.
"Semua yang bapak lakukan kepadamu, demi Allah. Itu berkat rasa was-was dan sayang terhadapmu, le. Maafkan bapak ya, le. Bila kamu menanggapi beda" begitu bapak melanjutkan permintaan maafnya.
.
Seusai dialog sederhana itu, bapaknya memberikan hadiah kepada Doni. Lalu mengucap:

"Selamat ulang tahun, selamat bertambah usia. Sekarang lah saatnya bapak melepaskanmu. Kau telah cukup dewasa untuk menyikapi ini semua. Pilihlah jalan mimpimu, perjuangkan apa yang jadi panggilan hidupmu" ucapan dari bapak di usiaku yang mendaki 22 tahun.
.
Doni berkaca-kaca, ada dorongan ingin memeluk bapak. Tapi ia urungkan. Ia masih terlalu gengsi merayakan prosesi itu
.
"Apa ini isinya, Pak ?"
.
"Kamu buka saja sendiri"
.
Doni membuka kado ulang tahunnya tanpa terbungkus kertas kado. Hanya tas kain biasa berwarna hijau tua. Setelah di buka, isinya adalah kotak arloji yang baru dibeli oleh ayahnya di gerai arloji vintage tadi. Persis model arloji sesuai pilihan Doni.
.
Di dalam tas kado itu juga ada amplop ukuran sedang, dan berwarna cokelat. Sebab masih penasaran, Doni membuka isi amplop cokelat itu. Begitu di buka, isinya kertas yang tertera tulisan latin. Tulisan latin itu berbunyi;
.
-------------------
Selamat ulang tahun ya, Le. Tercapai segala harapmu. Maafkan bapakmu ya, Le.
Ibuk dan adek menunggu kalian di rumah sekarang ini.
Sesama lelaki, apalagi anak-bapak, jangan saling gengsi ! Wes mbok ya ndang saling bicara.
Buat Bapak, peluk Doni ya
Buat Doni, terima pelukan bapak ya


Salam,
Ibu dan Adek
----------------------
.
"Usai baca surat itu, Aku memeluk ebesku langsung, Cak Ri. Langsung wes nang tempat bakso solo iku. Dalam hati misuh-misuh bahagia campur nelangsa"
.
"Pada intinya Cak Ri. Aku ingin menceritakan ini padamu. Karena aku ingin pengakuan dosa gede dengan orang tua, terutama Bapakku ini"
.
Saya hanya mengangguk berkali-kali. Sambil menepuk pundak anak itu.
.
"Matamu kenapa memerah agak basah, Cak Ri ?"
.
"Aku mengantuk, Don " pungkas saya menyelimur, seolah memang benar mengantuk. Padahal menahan haru.

Kami pun memutuskan masuk ke dalam kamar. Bersiap tidur. Saling mencari celah kosong pada dua kasur yang digabung jadi satu itu. Namun dilain sisi, ruang kasur itu dikuasai oleh posisi tidur si Ishak, sopir ramah itu
.
Sebelum bersiap tidur, saya ingin matikan ponsel pintar. Tapi saya lihat ada tiga pesan whatsapp belum terbaca. Dan agaknya penting. Saya putuskan untuk membukanya. Ternyata whatsapp dari Ilham, Sukma dan Wulan. Ketiganya adalah masyarakat dampingan dari program pemberdayaan yang pernah saya ampu. Isi chatnya hampir serupa;

"Mas aku pengin cerita"
"Mas aku butuh solusi"
"Mas aku punya rencana seperti ini, bagaimana menurutmu?"

Saya putuskan tidur. Mematikan ponsel dan berencana membalasnya besok pagi. (rif)




























Komentar

  1. Baiklah...terima kasih respon baiknya. Semoga bisa saling berbagi ya

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer