Tulisan Cekak Tabrak Pakem



Pengalaman bekerja di Jawa Pos Group, membuat saya mengenal lebih mendalam gaya tulisan Pak Dahlan Iskan, bahkan salah seorang mentor yang mengajari saya tentang teknik jurnalistik, pernah memuji rekan wartawan trainee--sebutan untuk wartawan yang baru diterima kerja--waktu itu. "Tulisanmu bagus, pendek-pendek dan jelas. Gaya tulisan seperti ini hampir menyerupai gaya tulisan Pak DI--sebutan Dahlan Iskan--sayangnya tulisanmu kurang mengalir dan masih terkesan kaku. Belajar terus, ya." Kata Mentor kepada salah seorang wartawan trainee, waktu itu.

Wejangan itu tak pernah saya lupa, meskipun wejangan itu bukan untuk saya. Jangan ditanya bagaimana gaya tulisan saya ketika awal diterima sebagai wartawan trainee. Laporan jurnalistik yang saya tulis lebih mirip makalah alih-alih straight news. Hahaha.

Kelak setelah saya resign dari perusahaan tersebut, saya penasaran dan mengulik gaya tulisan Pak DI. Saya baca dan teliti memang cekak, padat dan mengalir, bahkan kadang-kadang satir dan jenaka. Gaya tulisan Pak DI memang menabrak pakem penulisan kalimat sesuai kaidah bahasa, batin saya. Saya kira juga gaya tulisannya mirip seperti memo--satu kalimat pendek segera diakhiri dengan "titik". Kadang malah tiap kata penting segera di akhiri dengan "titik".  Tapi entah kenapa orang-orang memaklumi dan banyak pembaca yang suka dengan tulisan seperti itu ? Ya, buktinya, koran Jawa Pos begitu kondangnya dengan jumlah oplah yang tinggi pula, waktu itu.

Saya terus mencari tahu, kenapa hal itu bisa terjadi ? Hingga suatu ketika saya bertemu seorang sahabat yang pernah bekerja sebagai Wartawan Jawa Pos, ia meminjami saya buku tulisan Pak DI berjudul "Koran Kita". Sebuah buku yang berisi tentang perjalanan Pak DI merintis koran Jawa Pos. Saya kaget ! Tulisan Pak DI berbeda sekali dengan sebagaimana tulisan opini dia yang pernah dimuat di koran. Tulisan Pak DI di buku itu agak panjang dari segi kalimat, tetapi tetap mengalir dan tidak melelahkan jika di baca. Wah...wah...wah, cerdas betul Pak DI ini. Ia tahu segmen pembacanya dan keperuntukan tulisannya itu. Dugaan saya, ia menulis cekak dan padat--juga dobrak pakem--karena memang diperuntukan untuk pembaca koran. Di mana pembaca berita atau pun opini di koran cenderung membaca cepat dan to the point, sehingga atas alasan inilah Pak DI menemukan sebuah formula gaya tulisan yang khas ketika masuk di berita atau opini koran: cekak, padat dan menarik. Tujuannya, tentu, siapa lagi kalau bukan untuk pembaca.

Saya pernah beberapa kali mencoba meniru gaya tulisan Pak DI, eh, yang terjadi justru sebaliknya--yang baca malah terengah-engah. Haha.

Tetapi, setidaknya saya jadi paham, ternyata benar juga kata mentor ketika ia mengajar jurnalistik kepada saya dan teman-teman pada waktu itu. Ia menutup kelas dengan mengatakan, "Meskipun keliatannya mudah menulis dengan gaya penulisan DI, percayalah bahwa menyamai gaya tulisannya adalah soal lain."

Satu kelas hanya manggut-manggut.

Di bawah ini adalah petilan kalimat yang ditulis Pak Dahlan Iskan di website: disway.id (maaf, agak gapleki memang gaya penulisannya, tapi yokopo maneh, sing moco tetep akeh).

Komentar

Postingan Populer